Di suatu malam sekitar pukul sepuluh
Aku baru pulang kuliah…
Setelah memberi salam khas keluarga kami
Daaaag …Pap.
Almarhum ayahku, yang sedang berbaring sambil menonton tv
Menjawab sambil menengok ke pintu kamar.
Daaaag….jawabnya lemah.
Yach…saat itu beliau sudah sakit.
Sosok gagahnya dalam seragam militer tidak lagi tampak.
Yang ada tubuh kurus dalam celana pendek dan singlet
Terbaring ditempat tidur.
Namun sorot matanya yang setajam elang
Tidak pernah berubah.
Tangannya melambai…meminta aku masuk kamarnya.
Ku buka pintu dan duduk berselonjor di dekat tempat tidurnya.
“….kuliah apa tadi…?” Tanya ayahku tanpa mengalihkan wajahnya dari tv.
“Kewiraan…!” Jawabku
“Mengenai apa? Saya pikir kamu kuliah di IISIP bukan di Lemhanas..”
Aku tertawa dan berkata
“Papa ini lucu, yah memang di IISIP dan memang ada mata kuliah Kewiraan!
“Lalu apa yang dipelajari…? Tanya beliau dengan tetap tidak mengalihkan pandangannya dari tv.
“Yah macam-macam. Wawasan Nusantara, adalah……
“Apa Wawasan Nusantara itu?” potong beliau cepat.
“Kalau dibuku sih bilangnya…ah papa nguji nich…? Rajukku sambil membuka sepatu.
“Saya tanya serius apa itu Wawasan Nusantara? Kenapa kalian mempelajari wawasan nusantara di bangku kuliah, untuk apa?
“Saya berjuang mempertaruhkan nyawa untuk merebut kemerdekaan.
Di hutan, digunung, di lautan tanpa pernah tahu kapan akan merdeka.
Tidak pernah tahu apa itu wawasan nusantara
Atau nusantara yang berwawasan
Indonesia inilah jajaran pulau-pulau.
Orang tua saya dari Menado dan dari Jawa.
Saya lahir di Banda Aceh. Saya besar di Malang
Saya sekolah di Bandung, saya bertugas di Makassar.
Jadi saya tidak perlu belajar wawasan nusantara.
Tapi satu hal yang saya tahu dan yakini, Indonesia pasti Merdeka.
Kapan merdekanya, bukan urusan saya.
Tapi saya bertugas memperjuangkan kemerdekaan dan mengantarkan pada generasi selanjutnya. Tapi apa yang ada sekarang…?
Anak-anak muda yang mengatas namakan angkatan 66, angkatan 74 dan lain-lain
lebih banyak bicara daripada bekerja.
Ketika dapat posisi sebagai pejabat pemerintah, merasa sudah paling hebat.
Pernah sadar tidak, kemerdekaan itu harus diapakan?
Apa mau besok dijajah lagi?
Wah…..ayahku berkata dengan suara menggelegar dan berapi…api…!
Aku jadi bisa membayangkan kehebatannya di KODAM XIII MERDEKA.
Tempat kesatuan ayahku bertugas.
“Situasinya berbeda Pa…
Mungkin karena tidak pernah bertaruh nyawa secara langsung
Mereka beranggapan, mereka berperang dengan kebijakan.
Dan itu bisa dilakukan dengan lobi-lobi politik.
Kalau menang jadi politikus popular,
Kalau kalah mundur sebentar, tahun depan muncul lagi.” Kataku pelan.
Aku takut tensinya meningkat, bisa fatal akibatnya.
“Udah ach pa,..aku lapar….” Kataku sambil berdiri.
Sekali lagi beliau melambaikan tangannya,
Seakan mengizinkan aku keluar.
Wajahnya tetap tidak berpaling dari tv.
Sekilas aku melihat ke acara tv
Terdengar….suara Edwin Saleh
Pemerintah Indonesia menerima tawaran pinjaman IGGI tanpa syarat.
Berharap bantuan kali ini bisa mengentaskan kemiskinan…..
Suaranya semakin sayup ketika aku meninggalkan paviliun ayahku.
Dan sekarang ditahun 2004,
Rasanya situasi tidak banyak berbeda,
Bedanya kini ayahku sudah tertidur dalam damai
di Taman Makam Pahlawan KALIBATA.
Sekalipun, beliau tidak mau dimakamkan di sana.
Tapi untuk menghormatinya kami memakamkan di sana.
Biar beliau tidak merasa sebagai pahlawan
Tapi beliau adalah pahlawanku…
Pahlawan keluarga kami.
Pap…aku bangga, jadi anakmu…!
Jakarta, Agustus 2004
No comments:
Post a Comment