Padanya kuserahkan hidup dan kehidupanku
padanya ku relakan beriring sejalan
padanya ku genggamkan hati ini
padanya ku tautkan cintaku
cinta yang tak sama
seperti cinta yang kurasaka kala abg
cinta yang tak sama
seperti cinta birahi
cinta yang kuberikan
adalah cinta yang lahir
dari tekad untuk bersama
mengisi hari dan hati
Yang padanya ku bisa menangis
yang padanya ku bisa tertawa
yang padanya ku bisa bergetar
padanya ku bisa merasa nyaman
Tak ada lagi cerita tentang cinta kita
Tak ada lagi cerita tentang janji kita
yang ada adalah nyanyian Bas dan Van
yang ada adalah tawa bersama
Terima kasih Tuhan
untuk lelaki yang satu ini
TELAH kau jadikan ia, suamiku!
Satu pintaku,
berikan yang terbaik baginya!
(Selamat Ultah, Pa!
Semua janji sudah lunas.
Semoga kebahagiaan tetap milik kita!)
Saturday, December 23, 2006
Thursday, December 21, 2006
SEBAIT PENGAKUAN DOSA UNTUK BUNDA
Kejadian itu sudah hampir sebelas tahun berlalu Bunda,
namun baru kali ini berani kuungkap
Itupun secara tidak langsung lhanya ewat sebait puisi.
Bunda,
kau pegang kedua pipiku dan kau cium keningku
sebait doa tulus kau tiupkan
saat kau lepas aku ke tangan laki-laki
yang akan memperistriku
Ku ingat bunda,
yang kau ucapkan "Jadilah perempuan yang membanggakan!"
waktu itu aku tak paham
dalam hati aku mencibir "Bunda ada-ada saja!"
Tapi kini bila kuingat ucapan doamu,
ada penyesalan akan cibiranku
kau benar bunda
harapan dan doamu sangat sederhana
Jadi perempuan yang membanggakan
Hingga kini
aku tak tahu,
sudahkah aku menjadi perempuan yang membanggakan?
Tapi bagiku, bunda
engkau sungguh perempuan yang sangat kubanggakan.
Dan kuingin seperti engkau.
Selamat hari ibu, bunda!
(Icha Koraag, 22 Des 2006)
namun baru kali ini berani kuungkap
Itupun secara tidak langsung lhanya ewat sebait puisi.
Bunda,
kau pegang kedua pipiku dan kau cium keningku
sebait doa tulus kau tiupkan
saat kau lepas aku ke tangan laki-laki
yang akan memperistriku
Ku ingat bunda,
yang kau ucapkan "Jadilah perempuan yang membanggakan!"
waktu itu aku tak paham
dalam hati aku mencibir "Bunda ada-ada saja!"
Tapi kini bila kuingat ucapan doamu,
ada penyesalan akan cibiranku
kau benar bunda
harapan dan doamu sangat sederhana
Jadi perempuan yang membanggakan
Hingga kini
aku tak tahu,
sudahkah aku menjadi perempuan yang membanggakan?
Tapi bagiku, bunda
engkau sungguh perempuan yang sangat kubanggakan.
Dan kuingin seperti engkau.
Selamat hari ibu, bunda!
(Icha Koraag, 22 Des 2006)
Thursday, December 14, 2006
SECANGKIR WEDANG RONDE
Aromanya langsung menggelitik hidung
Mengirim tanda kenikmatan dalam pikiran
Hmm kepulan asap di atas cangkir
Mengaburkan air yang berbuih
Tak sabar ingin ku teguk
Tuk rasakan kehangatan yang mengalir
Mulai dari bibir, tenggrokan hingga ke perut
Bersabar-bersabar, perintahku dalam hati
Warna coklatnya mengingatkan ku
Pada warna bola mata seseorang
Keharuman jahe
Mengingatkanku pada aroma tubuhnya
Tapi benakku tak dapat mencerna
Apakah rasa wedang ronde ini
Senikmat sapuan bibirnya pada bibirku?
Yang pasti sama-sama hangat dan enak
Dinikmati waktu musim dingin.
Icha Koraag 15 Desember 2006
Mengirim tanda kenikmatan dalam pikiran
Hmm kepulan asap di atas cangkir
Mengaburkan air yang berbuih
Tak sabar ingin ku teguk
Tuk rasakan kehangatan yang mengalir
Mulai dari bibir, tenggrokan hingga ke perut
Bersabar-bersabar, perintahku dalam hati
Warna coklatnya mengingatkan ku
Pada warna bola mata seseorang
Keharuman jahe
Mengingatkanku pada aroma tubuhnya
Tapi benakku tak dapat mencerna
Apakah rasa wedang ronde ini
Senikmat sapuan bibirnya pada bibirku?
Yang pasti sama-sama hangat dan enak
Dinikmati waktu musim dingin.
Icha Koraag 15 Desember 2006
Thursday, December 07, 2006
AGAR HIDUP LEBIH HIDUP
Gemuruh sorak sorai dalam kelas
berubah heing bagaikan setan lewat
ketika sebuah kepala muncul dibalik pintu.
Hore...anak baru!
Sorak seisi kelas, kala kepala tadi
sudah masuk lengkap dengan sosok tubuhnya
Tersenyum ragu, berdiri kaku
menunggu ajakan untuk menyatu
mari kawan, silahkan duduk
pilihlah tempat yang nyaman
Jangan ragu atau malu
jangan turut nakalnya prilaku
segera ambil kertas dan pena
bukalah hati dan jiwa
Selamat datang di kelas kehidupan
Kita kan mulai pelajaran kehidupan
Yang mencoba membagi makna kehidupan
agar kita bisa mengisi kehidupan
dengan hal-hal yang bermanfaat.
Agar hidup lebih hidup.
Icha
berubah heing bagaikan setan lewat
ketika sebuah kepala muncul dibalik pintu.
Hore...anak baru!
Sorak seisi kelas, kala kepala tadi
sudah masuk lengkap dengan sosok tubuhnya
Tersenyum ragu, berdiri kaku
menunggu ajakan untuk menyatu
mari kawan, silahkan duduk
pilihlah tempat yang nyaman
Jangan ragu atau malu
jangan turut nakalnya prilaku
segera ambil kertas dan pena
bukalah hati dan jiwa
Selamat datang di kelas kehidupan
Kita kan mulai pelajaran kehidupan
Yang mencoba membagi makna kehidupan
agar kita bisa mengisi kehidupan
dengan hal-hal yang bermanfaat.
Agar hidup lebih hidup.
Icha
Bahtera Hidup
Laju....lajulah bahteraku,
Tiang keyakinan sudah terpancang
Layar kesetiaan sudah terkembang
Meluncur perlahan di samudra kehidupan
Menaklukan karang terjal dan topan badai
Mengikuti rasi bintang sebagai suar
Lajulah laju bahteraku
Menuju pelabuhan cinta.
Icha Koraag, 7 Desember 2006
Tiang keyakinan sudah terpancang
Layar kesetiaan sudah terkembang
Meluncur perlahan di samudra kehidupan
Menaklukan karang terjal dan topan badai
Mengikuti rasi bintang sebagai suar
Lajulah laju bahteraku
Menuju pelabuhan cinta.
Icha Koraag, 7 Desember 2006
Wednesday, December 06, 2006
Puisi untuk Asahan Alham Aidit
Pak Asahan
Selamat Ulang tahun
Jalan berliku telah di lalui
seribu cerita telah tercipta
buah pikirmu abadikan dirimu
termasuk pada mereka
yang tak pernah mengenalmu
mungkin sejarah tak mencatatmu
tapi Tuhan tahu, engkau ada
dan yang lain tak berarti
ketika Dia menumpangkan tanganNya
atas hidup dan kehidupanmu
Semoga kesehatan dan kebahagiaan
menyertai setiap tarikan nafasmu
di hari-hari mendatang.
Salam
Icha dan keluarga.
Selamat Ulang tahun
Jalan berliku telah di lalui
seribu cerita telah tercipta
buah pikirmu abadikan dirimu
termasuk pada mereka
yang tak pernah mengenalmu
mungkin sejarah tak mencatatmu
tapi Tuhan tahu, engkau ada
dan yang lain tak berarti
ketika Dia menumpangkan tanganNya
atas hidup dan kehidupanmu
Semoga kesehatan dan kebahagiaan
menyertai setiap tarikan nafasmu
di hari-hari mendatang.
Salam
Icha dan keluarga.
Sunday, December 03, 2006
SAHABAT
Mengenalmu adalah salah satu hal terindah dalam hidupku.
Tanpa banyak proses, hati dan rasa kita langsung menyatu
Seakan batin kita yang bercumbu
Melampau segala daya dan waktu
Mulanya hanya mata yang saling memandang,
Mata kita terperangkap saling menatap
Tak sadar ada senyum mengembang
Tangan kita menggenggam mantap
Ku sebut namaku kau sebut namamu
Lalu dimana ada aku di situ ada kamu
Tangismu adalah tangisku, tawamu adalah tawaku
Berjalan begitu saja kita menjadi satu rasa
Sahabat
Kata yang mengandung banyak makna
Namun kita tak perlu makna itu
Kita menjalani makna itu
Padahal banyak perbedaan diantara kita
Namun kita mampu menyimpan perbedaan
Pada saku celana jeans kita
kita saling mengikatkan tali pengertian
Waktu ada mendung diwajahmu tanpa perlu kutanya,
Uneg-uneg itu menggumpal dan keluar
Seperti kotoran yang menyumbat gorong-gorong.
Langsung melancarkan sesak batinmu
Sebaliknya kabar sukacita tak pernah bisa disembunyikan
Karena selalu memancarkan dari sinar di bola matamu.
Walau kini kita terpisah oleh jarak
Batin kita telah menyatu, lewat rasa yang selalu kita hidupkan.
4 Des 2006
Tanpa banyak proses, hati dan rasa kita langsung menyatu
Seakan batin kita yang bercumbu
Melampau segala daya dan waktu
Mulanya hanya mata yang saling memandang,
Mata kita terperangkap saling menatap
Tak sadar ada senyum mengembang
Tangan kita menggenggam mantap
Ku sebut namaku kau sebut namamu
Lalu dimana ada aku di situ ada kamu
Tangismu adalah tangisku, tawamu adalah tawaku
Berjalan begitu saja kita menjadi satu rasa
Sahabat
Kata yang mengandung banyak makna
Namun kita tak perlu makna itu
Kita menjalani makna itu
Padahal banyak perbedaan diantara kita
Namun kita mampu menyimpan perbedaan
Pada saku celana jeans kita
kita saling mengikatkan tali pengertian
Waktu ada mendung diwajahmu tanpa perlu kutanya,
Uneg-uneg itu menggumpal dan keluar
Seperti kotoran yang menyumbat gorong-gorong.
Langsung melancarkan sesak batinmu
Sebaliknya kabar sukacita tak pernah bisa disembunyikan
Karena selalu memancarkan dari sinar di bola matamu.
Walau kini kita terpisah oleh jarak
Batin kita telah menyatu, lewat rasa yang selalu kita hidupkan.
4 Des 2006
Friday, December 01, 2006
Parade puisi di sela Rapat Kerja
TANYAKU
Gemintang bercahaya
Bagai lampu penghias angkasa
Malam bermandi cahaya
Bagai perawan yang tersenyum
Sayap bidadari mengepak
Bersenda gurau diantara Mars dan venus
Menebar kasih
Lewat cupid dan anak panahnya
Jiwaku terbang melayang jauh
Menggapai bulan dan bintang
Menerobos planet dan tata surya
Siapakah aku hingga Kau peduli?
SALAM
Sentuhan lembut dikening
Buyarkan lelap dan mimpi
Hangat kecupmu
Melingkup aku dalam kebahgiaan
RESAH
Gelisah menyentak batin
Rasa tak puas menyerang syaraf
Rasa kosong menyapa nurani
Sepi mengigit menusuk kalbu
Kala kulupa menyapaMU
SEPOTONG DOA
Pagi menjelang, saat mata terbuka
Mentari memberi kehangatan
Sehangat kasihMu
Selamat pagi Tuhan
Sertai aku
sepanjang tarikan nafasku.
SYUKUR
Dua tangan tertangkup di dada
Mata terpejam hati terbuka
Ucap syukur untuk semua anugerah
Atas hidup dan kehidupanku.
Radin Hotel, 2 Des 2006. Room 233
Gemintang bercahaya
Bagai lampu penghias angkasa
Malam bermandi cahaya
Bagai perawan yang tersenyum
Sayap bidadari mengepak
Bersenda gurau diantara Mars dan venus
Menebar kasih
Lewat cupid dan anak panahnya
Jiwaku terbang melayang jauh
Menggapai bulan dan bintang
Menerobos planet dan tata surya
Siapakah aku hingga Kau peduli?
SALAM
Sentuhan lembut dikening
Buyarkan lelap dan mimpi
Hangat kecupmu
Melingkup aku dalam kebahgiaan
RESAH
Gelisah menyentak batin
Rasa tak puas menyerang syaraf
Rasa kosong menyapa nurani
Sepi mengigit menusuk kalbu
Kala kulupa menyapaMU
SEPOTONG DOA
Pagi menjelang, saat mata terbuka
Mentari memberi kehangatan
Sehangat kasihMu
Selamat pagi Tuhan
Sertai aku
sepanjang tarikan nafasku.
SYUKUR
Dua tangan tertangkup di dada
Mata terpejam hati terbuka
Ucap syukur untuk semua anugerah
Atas hidup dan kehidupanku.
Radin Hotel, 2 Des 2006. Room 233
RAKER RENSTRA
Silih berganti rentetan slide terpasang
Keyboard komputer terus ditekan
Aneka rencana dibicarakan
Selalu terjadi di akhir tahun
Rapat kerja rencana strategi
Niatan yang didengungkan
Opersional, marketing, bisnis, IT, produksi dan EDP
Kerja sama dan kualitas harus ditingkatkan
Berlari bersama, besar bersama tuk raih profit
Deviden diberikan, komisari tersenyum
Karyawan senang gosip bonus dihembuskan
Cemooh keras ketika target bilang terucap
Nonsens
Tak masuk akal
Memangnya kuli
Apa rewardnya?
Namanya juga employee
Take it or live it
Tapi jangan lupa
Uang susu dan uang sekolah
Tak bisa dibayar
dengan selembar surat rekomendasi.
Radin Hotel, Karimata room, 1/Des 2006. Pk. 18.15
Keyboard komputer terus ditekan
Aneka rencana dibicarakan
Selalu terjadi di akhir tahun
Rapat kerja rencana strategi
Niatan yang didengungkan
Opersional, marketing, bisnis, IT, produksi dan EDP
Kerja sama dan kualitas harus ditingkatkan
Berlari bersama, besar bersama tuk raih profit
Deviden diberikan, komisari tersenyum
Karyawan senang gosip bonus dihembuskan
Cemooh keras ketika target bilang terucap
Nonsens
Tak masuk akal
Memangnya kuli
Apa rewardnya?
Namanya juga employee
Take it or live it
Tapi jangan lupa
Uang susu dan uang sekolah
Tak bisa dibayar
dengan selembar surat rekomendasi.
Radin Hotel, Karimata room, 1/Des 2006. Pk. 18.15
NYANYIAN KELAPARAN
Gemuruh derap jantung
Memompakan darah lebih cepat
Dalam tiap pembuluh vena
Butir-butir darah merah
Berbaris rapih namun tertatih
Karena tak lagi ada daya
Oksigen terhirup bercampur timbal
Abu-abu, hitam dan pekat
Asap knalpot pengumbar polusi
Tak heranlah
Nafas ini menjadi satu-satu
udara bersih telah langka
Tak heran pula
Kalau barisan virus berderap
Diiringi genderang kematian
Daya kebal tubuh tak lagi ada
Para perempuan tak mampu beri ASI
Lantaran makanan bergizi tak terbeli
Tinggal mimpi menggoda
Saat tertidur menahan lapar
Berharap kenyang dalam khayal.
Radin Hotel, 1 Des 2006. pk. 20.10
Memompakan darah lebih cepat
Dalam tiap pembuluh vena
Butir-butir darah merah
Berbaris rapih namun tertatih
Karena tak lagi ada daya
Oksigen terhirup bercampur timbal
Abu-abu, hitam dan pekat
Asap knalpot pengumbar polusi
Tak heranlah
Nafas ini menjadi satu-satu
udara bersih telah langka
Tak heran pula
Kalau barisan virus berderap
Diiringi genderang kematian
Daya kebal tubuh tak lagi ada
Para perempuan tak mampu beri ASI
Lantaran makanan bergizi tak terbeli
Tinggal mimpi menggoda
Saat tertidur menahan lapar
Berharap kenyang dalam khayal.
Radin Hotel, 1 Des 2006. pk. 20.10
ASA & KEYAKINAN
Tegak karang berdiri menantang
Kokoh tak goyah diterpa gelombang
Camar terbang melayang
Menghias birunya langit
Riuh suara anak nelayan
Saling berkejaran dihamparan pasir
Meninggalkan banyak jejak kaki
Yang tak berbekas, disapu ombak
Kilau mentari memantul di kaca air laut
Membias indah bagai pelangi
Memendar seribu warna
Menghantar seribu rasa
Pada sebuah asa dan keyakinan
Rentang kisah hidup tak berakhir hari ini
Karena ku tahu, ombak kembali bergulung
Dan esok mentari masih kan terbit.
Radin Hotel, 1 Des 2006. pk. 20.10
Kokoh tak goyah diterpa gelombang
Camar terbang melayang
Menghias birunya langit
Riuh suara anak nelayan
Saling berkejaran dihamparan pasir
Meninggalkan banyak jejak kaki
Yang tak berbekas, disapu ombak
Kilau mentari memantul di kaca air laut
Membias indah bagai pelangi
Memendar seribu warna
Menghantar seribu rasa
Pada sebuah asa dan keyakinan
Rentang kisah hidup tak berakhir hari ini
Karena ku tahu, ombak kembali bergulung
Dan esok mentari masih kan terbit.
Radin Hotel, 1 Des 2006. pk. 20.10
Wednesday, November 29, 2006
SEPOTONG RUANG DI HATIKU
SEPOTONG RUANG DI HATIKU
Icha Koraag
Tetes embun dikelopak mawar
Pertanda kesegaran dan keindahan
Sayang, merahmu tak lagi sama dengan merahku
Birumu bukan lagi biruku
Mentari yang terbit tak lagi sama seperti kemarin
Ia bersinar seperti mengejek dan mentertawakan
Karena luka hati yang mengoyak jiwa
Membuat kepingan hati sulit direkat
Tetes embun mulai menguap
karena matahari bersinar keras
tinggalkan bekas kilau daun
Seperti jejakmu pada tubuhku
Tak ingin kumenangis
Walau janji tak bisa kau genapi
bagimu tetap ada sepotong ruang di hatiku.
Karena putihmu masih putihku
(Kamis, 30 Nov 2006)
Icha Koraag
Tetes embun dikelopak mawar
Pertanda kesegaran dan keindahan
Sayang, merahmu tak lagi sama dengan merahku
Birumu bukan lagi biruku
Mentari yang terbit tak lagi sama seperti kemarin
Ia bersinar seperti mengejek dan mentertawakan
Karena luka hati yang mengoyak jiwa
Membuat kepingan hati sulit direkat
Tetes embun mulai menguap
karena matahari bersinar keras
tinggalkan bekas kilau daun
Seperti jejakmu pada tubuhku
Tak ingin kumenangis
Walau janji tak bisa kau genapi
bagimu tetap ada sepotong ruang di hatiku.
Karena putihmu masih putihku
(Kamis, 30 Nov 2006)
PENANTIAN
PENANTIAN
Icha Koraag
Perahu keting-ting perlahan laju
Membelah sungai
Tempat dulu kita bersenda gurau
Merajut kasih
Laju perahu keting-ting masih sama
Seperti sepuluh tahun lalu
Saat ku lepas kau mengejar takdir
Tinggalkan buih air di sungai
Sungai dalam jiwaku
senantiasa mengalirkan rasa rindu
Meluapkan dahaga emosiku
harapkan sentuhan kasihmu, yang kupelihara berbilang tahun.
Saat ku lihat seraut wajah di atas keting-ting
Aku tak sanggup bicara,
Itu sosokmu, walau ada keriput di kening
Suaramu tuntaskan penantianku
Aku pulang! Ucapmu.
(30 Nov 2006)
Icha Koraag
Perahu keting-ting perlahan laju
Membelah sungai
Tempat dulu kita bersenda gurau
Merajut kasih
Laju perahu keting-ting masih sama
Seperti sepuluh tahun lalu
Saat ku lepas kau mengejar takdir
Tinggalkan buih air di sungai
Sungai dalam jiwaku
senantiasa mengalirkan rasa rindu
Meluapkan dahaga emosiku
harapkan sentuhan kasihmu, yang kupelihara berbilang tahun.
Saat ku lihat seraut wajah di atas keting-ting
Aku tak sanggup bicara,
Itu sosokmu, walau ada keriput di kening
Suaramu tuntaskan penantianku
Aku pulang! Ucapmu.
(30 Nov 2006)
APAKAH TUHAN LAKI-LAKI?
Gemuruh ombak buyarkan lamunanku
Teriakan camar kembalikan alam sadarku
Di pantai pemikiran ini kembali kuberdiri
Dalam perenungan tiada akhir
Mengapa manusia masih menghinakan sesama manusia?
Mengapa perempuan masih di nomor duakan atas nama agama?
Apakah karena para nabi lelaki?
Lalu kemana aku harus mencari jawab
Mengapa tak ada nabi perempuan.
Haruskah ku maknai kalau Tuhan itu laki-laki?
Terkutuklah hambamu ini, ya Tuhan!
Masih belum berakhir kekerasan atas nama agama
Dan itu membuatku semakin merasa sakit.
Karena manusia sebagai mahluk paling mulia yang kau ciptakan
Tak lebih daripada sesama tiran yang selalu saling membinasakan.
Damai, kasih, sayang, penghormatan
hanyalah deretan huruf yang membentuk kata tanpa makna
Inikah mahluk yang kau cintai ya Tuhan?
Atau salah aku memahami pendengaran dan penglihatanku?
Apakah anak-anak yang dilahirkan para perempuan
Hasil perbuatan para perempuan itu sendiri ?
Apakah masa depan, pendidikan dan pertumbuhan mereka
Hanya tanggung jawab para perempuan itu juga?
Apakah para lelaki, setelah membuang sperma dalam rahim perempuan
Punya kewajiban sebatas pencari nafkah lahir?
Apakah keberhasilan anak-anak yang di tetaskan atas nama cinta
Hanya ditentukan oleh para perempuan?
Tapak kakiku di pasir, terhapus sapuan ombak
Sama seperti buah pikirku yang tak berbekas
Pada hati manusia yang membantu
Padahal aku hanya mengingatkan
Laki-laki dan perempuan punya peran yang sama besar dalam mengasuh anak-anak.
Apalagi atas nama agama.
Icha yang terpekur dalam pemikiran
Dan perenungan sendiri.
29 Nov 2006
Teriakan camar kembalikan alam sadarku
Di pantai pemikiran ini kembali kuberdiri
Dalam perenungan tiada akhir
Mengapa manusia masih menghinakan sesama manusia?
Mengapa perempuan masih di nomor duakan atas nama agama?
Apakah karena para nabi lelaki?
Lalu kemana aku harus mencari jawab
Mengapa tak ada nabi perempuan.
Haruskah ku maknai kalau Tuhan itu laki-laki?
Terkutuklah hambamu ini, ya Tuhan!
Masih belum berakhir kekerasan atas nama agama
Dan itu membuatku semakin merasa sakit.
Karena manusia sebagai mahluk paling mulia yang kau ciptakan
Tak lebih daripada sesama tiran yang selalu saling membinasakan.
Damai, kasih, sayang, penghormatan
hanyalah deretan huruf yang membentuk kata tanpa makna
Inikah mahluk yang kau cintai ya Tuhan?
Atau salah aku memahami pendengaran dan penglihatanku?
Apakah anak-anak yang dilahirkan para perempuan
Hasil perbuatan para perempuan itu sendiri ?
Apakah masa depan, pendidikan dan pertumbuhan mereka
Hanya tanggung jawab para perempuan itu juga?
Apakah para lelaki, setelah membuang sperma dalam rahim perempuan
Punya kewajiban sebatas pencari nafkah lahir?
Apakah keberhasilan anak-anak yang di tetaskan atas nama cinta
Hanya ditentukan oleh para perempuan?
Tapak kakiku di pasir, terhapus sapuan ombak
Sama seperti buah pikirku yang tak berbekas
Pada hati manusia yang membantu
Padahal aku hanya mengingatkan
Laki-laki dan perempuan punya peran yang sama besar dalam mengasuh anak-anak.
Apalagi atas nama agama.
Icha yang terpekur dalam pemikiran
Dan perenungan sendiri.
29 Nov 2006
Wednesday, November 22, 2006
ANAK-ANAK BUAH PIKIRANKU
Anak-anak buah pikiranku melonjak-lonjak dalam benak
Menari-nari bahkan cenderung meronta-ronta
Karna tak tahan terkukung dalam sebuah konsep
Anak-anak buah pikiranku mencoba menggedor
Membunyikan peringatan akan keberadaan mereka padaku
Supaya aku ingat pada mereka
Ya...ya...aku tahu dan aku ingat, jawabku
Anak-anak buah pikiranku ada di sana
Belum waktunya kalian kulahirkan
Kalian masih prematur, mentah.
Kalau kulahirkan sekarang
Selain akan menuai cela, kalianpun akan mati.
Karena benakku pun masih lemah
Masih butuh vitamin pengetahuan
Dan obat kuat untuk tahan malu
Sabar-lah. Berdiamlah sejenak kalian di situ
Saat kebutuhan gizi kalian kupenuhi
Dari buku buku pengetahuan yang ku baca
Maka benakku akan kuat dan kalian pun matang,
pada saat-saat seperti itu
Kita sama-sama siap menerima apresiasi orang
Di cela dan di hina tidak akan kita rasakan
Kita justru menjadi kuat karna celaan
Dan itu berarti kita mencuri perhatian mereka.
Uh rasa mulas itu datang...
Aku akan masuk ruang komputer
Bersabarlah, jangan keluar dulu.
Jika kalian aku keluarkan di saat kerja,
Aku bisa dapat marah dari bos
Kata Bos, aku korupsi waktu
Percayalah kalian akan lahir malam ini
Pukul 9 kurang sedikit setelah Bas dan Van tertidur
Agar mereka tak melihat proses kelahiran kalian
Bila besok kukabarkan kelahiran kalian di milis
Bas dan Van tak akan cemburu
Karena kalian hanya anak-anak buah pikiranku.
(Icha 22 Nov 2006)
Menari-nari bahkan cenderung meronta-ronta
Karna tak tahan terkukung dalam sebuah konsep
Anak-anak buah pikiranku mencoba menggedor
Membunyikan peringatan akan keberadaan mereka padaku
Supaya aku ingat pada mereka
Ya...ya...aku tahu dan aku ingat, jawabku
Anak-anak buah pikiranku ada di sana
Belum waktunya kalian kulahirkan
Kalian masih prematur, mentah.
Kalau kulahirkan sekarang
Selain akan menuai cela, kalianpun akan mati.
Karena benakku pun masih lemah
Masih butuh vitamin pengetahuan
Dan obat kuat untuk tahan malu
Sabar-lah. Berdiamlah sejenak kalian di situ
Saat kebutuhan gizi kalian kupenuhi
Dari buku buku pengetahuan yang ku baca
Maka benakku akan kuat dan kalian pun matang,
pada saat-saat seperti itu
Kita sama-sama siap menerima apresiasi orang
Di cela dan di hina tidak akan kita rasakan
Kita justru menjadi kuat karna celaan
Dan itu berarti kita mencuri perhatian mereka.
Uh rasa mulas itu datang...
Aku akan masuk ruang komputer
Bersabarlah, jangan keluar dulu.
Jika kalian aku keluarkan di saat kerja,
Aku bisa dapat marah dari bos
Kata Bos, aku korupsi waktu
Percayalah kalian akan lahir malam ini
Pukul 9 kurang sedikit setelah Bas dan Van tertidur
Agar mereka tak melihat proses kelahiran kalian
Bila besok kukabarkan kelahiran kalian di milis
Bas dan Van tak akan cemburu
Karena kalian hanya anak-anak buah pikiranku.
(Icha 22 Nov 2006)
Friday, November 17, 2006
Harapan
Tuhan tidak buta
Tuhan tidak tuli
Tuhan juga tidak akan tinggal diam
Bila waktunya tiba
ketika terompet sangkakala terdengar
dan semua pintu-pintu kebohongan terbuka
semua fakta-fakta yang disembunyikan terungkap
Semua lidah kelu akan berbicara
Semua tinta yang ada akan menyatu dengan pena
di mayapada kebenaran akan ditulis
setiap telinga mendengar
setiap mata melihat
setiap mulut mengucap
Harta tak lagi bermakna
pangkat tak lagi berarti
individu akan berhadapan
dalam pengadilan milik Tuhan
Nurani dan kejujuran
menjadi ukuran mutlak
atas setiap perbuatan
Damaimu
Damaiku
Damai kita!
Icha 17 Nov 2006
Tuhan tidak tuli
Tuhan juga tidak akan tinggal diam
Bila waktunya tiba
ketika terompet sangkakala terdengar
dan semua pintu-pintu kebohongan terbuka
semua fakta-fakta yang disembunyikan terungkap
Semua lidah kelu akan berbicara
Semua tinta yang ada akan menyatu dengan pena
di mayapada kebenaran akan ditulis
setiap telinga mendengar
setiap mata melihat
setiap mulut mengucap
Harta tak lagi bermakna
pangkat tak lagi berarti
individu akan berhadapan
dalam pengadilan milik Tuhan
Nurani dan kejujuran
menjadi ukuran mutlak
atas setiap perbuatan
Damaimu
Damaiku
Damai kita!
Icha 17 Nov 2006
Wednesday, October 18, 2006
KEYAKINAN
Di depan altar itu, ku tahu kau tergetar
Tak menyangka, kita berhadapan
Di depan Tuhan dan jemaat
Sebagai saksi pernikahan kita
Delapan tahun merajut hari
Merenda janji sehidup semati
Di teguhkan Senin, 8 Juli 1996
Tak terasa sepuluh tahun telah berlalu
Kita masih saling memiliki
Diantara Bas dan Van, buah cinta kita
Walau ombak, badai dan gelombang menghantam
Getar rasa itu tak pernah pudar
Karena ku tahu, siapa jurumudi biduk rumah tanggaku
Icha koraag 1/10-2006
Tak menyangka, kita berhadapan
Di depan Tuhan dan jemaat
Sebagai saksi pernikahan kita
Delapan tahun merajut hari
Merenda janji sehidup semati
Di teguhkan Senin, 8 Juli 1996
Tak terasa sepuluh tahun telah berlalu
Kita masih saling memiliki
Diantara Bas dan Van, buah cinta kita
Walau ombak, badai dan gelombang menghantam
Getar rasa itu tak pernah pudar
Karena ku tahu, siapa jurumudi biduk rumah tanggaku
Icha koraag 1/10-2006
RINDU
Tetes hujan menyempurnakan rasaku
Senyumanmu pun tak pudar
Walau purnama tak nampak
rindu ini masih menggelora
ingatkan aku akan sinar di bola matamu
yang selalu memancarkan kehangatan
kadang sulit bagiku menahan kerinduan
yang datang mengoyak serpihan rasa
walau sudah ku tata apik
menantimu di dermaga itu
seperti janji yang kau ucapan.
Dan aku tinggal menunggu waktu
Saat kau genapi janji itu
Di sini, di dermaga cinta kita
Biduk hatiku tetap menantimu
Dalam kerinduan yang tak mengenal batas
Icha Koraag 18/10-2006
Senyumanmu pun tak pudar
Walau purnama tak nampak
rindu ini masih menggelora
ingatkan aku akan sinar di bola matamu
yang selalu memancarkan kehangatan
kadang sulit bagiku menahan kerinduan
yang datang mengoyak serpihan rasa
walau sudah ku tata apik
menantimu di dermaga itu
seperti janji yang kau ucapan.
Dan aku tinggal menunggu waktu
Saat kau genapi janji itu
Di sini, di dermaga cinta kita
Biduk hatiku tetap menantimu
Dalam kerinduan yang tak mengenal batas
Icha Koraag 18/10-2006
PUISI SEORANG KAWAN
Burung gereja masih bersenda gurau
Ditempat yang sama seperti kemarin
Terbang sebentar lalu hinggap di dahan
Menikmati indahnya alam
Aku tak tahu apakah engkau masih di surau
Melantunkan Quraan tuk ketenangan batin
Mengisi waktu diheningan
Kala purnama menerangi malam
Tanda biru di keningmu
Bukti pasrah sujudmu
Pada sang pemilikmu
Yang selalu kau sembah
Tak dapat kuukur Iman dan taqwamu
Tapi satu yang kutahu
Ada satu tempat di sisiNya
Menunggu untuk kau isi
Icha koraag 18/10-2006
Ditempat yang sama seperti kemarin
Terbang sebentar lalu hinggap di dahan
Menikmati indahnya alam
Aku tak tahu apakah engkau masih di surau
Melantunkan Quraan tuk ketenangan batin
Mengisi waktu diheningan
Kala purnama menerangi malam
Tanda biru di keningmu
Bukti pasrah sujudmu
Pada sang pemilikmu
Yang selalu kau sembah
Tak dapat kuukur Iman dan taqwamu
Tapi satu yang kutahu
Ada satu tempat di sisiNya
Menunggu untuk kau isi
Icha koraag 18/10-2006
LELAH
Tiba sudah aku di akhir penantian
bukan pasrah atau putus asa
kala jawabmu tak terdengar
itu ku anggap penolakan
Biar kupergi membawa kecewa ini
Seiring dengan turunnya malam
Yang menghapus jejak siang.
Seperti dirimu yang kupaksa tuk hilang dari hati
Tinggalkan pedih yang menggigit
Icha Koraag, 18/10-2006
bukan pasrah atau putus asa
kala jawabmu tak terdengar
itu ku anggap penolakan
Biar kupergi membawa kecewa ini
Seiring dengan turunnya malam
Yang menghapus jejak siang.
Seperti dirimu yang kupaksa tuk hilang dari hati
Tinggalkan pedih yang menggigit
Icha Koraag, 18/10-2006
Wednesday, October 11, 2006
MATA HATIKU
Mata hati
Sinarmu terpancar penuh kasih dan kelembutan
Menjadi penunjuk langkah yang harus kutempuh
Tapi kadang cahayamu tak dapat kulihat
Sehingga aku menyimpang ke jalan yang gelap
Kalau seruanMu menyentuh gendang telingaku
Tiba-tiba saja cahaya mata hati ini menerangiku
Dapat kulihat tubuh ini yang berbalut dosa
Hingga rasa malu mampu menebus ke ujung kalbu
Masihkah pintu ampunan terbuka untukku, ya Tuhan?
Kala mata hati telah buram oleh hawa nafsu.
Telaga bening dalam jiwa ini menjadi kering.
layu lalu menjadi debu dan terbang dibawa angin
Hingga ahirnya hati menjadi tawar, tak ada lagi rasa.
Ku coba bertahan dengan kekuatanku,
Tapi Tuhan, aku cuma manusia biasa
Masihkah ada waktu bagiku untuk bertobat?
Bisikan caranya padaku, ya Tuhan.
Agar kumampu menjaga mata hati ini
Agar sinarnya tetap menjadi
Penuntu ke jalanMu
(Icha Koraag 12/10-2006)
Sinarmu terpancar penuh kasih dan kelembutan
Menjadi penunjuk langkah yang harus kutempuh
Tapi kadang cahayamu tak dapat kulihat
Sehingga aku menyimpang ke jalan yang gelap
Kalau seruanMu menyentuh gendang telingaku
Tiba-tiba saja cahaya mata hati ini menerangiku
Dapat kulihat tubuh ini yang berbalut dosa
Hingga rasa malu mampu menebus ke ujung kalbu
Masihkah pintu ampunan terbuka untukku, ya Tuhan?
Kala mata hati telah buram oleh hawa nafsu.
Telaga bening dalam jiwa ini menjadi kering.
layu lalu menjadi debu dan terbang dibawa angin
Hingga ahirnya hati menjadi tawar, tak ada lagi rasa.
Ku coba bertahan dengan kekuatanku,
Tapi Tuhan, aku cuma manusia biasa
Masihkah ada waktu bagiku untuk bertobat?
Bisikan caranya padaku, ya Tuhan.
Agar kumampu menjaga mata hati ini
Agar sinarnya tetap menjadi
Penuntu ke jalanMu
(Icha Koraag 12/10-2006)
Friday, September 29, 2006
Surat terbuka untuk Bundaku di rumah.
Surat terbuka untuk Bundaku di rumah
Waktu terus berjalan
Seiring lamunanku yang berlalu
Bathin ini terasa penat
Menghadapi persoalan yang rasanya
tak mau berakhir
Bundaku
Membayang wajahmu
Adalah setitik kebahagiaan
Mengingat telaga bening di bola matamu
Terbayang kedamaian dalam jiwa
Membayang dekapmu
Terasa hangatnya dalam sukmaku
Bundaku
Bunda tiada bercela
Mampukah aku menjadi sepertimu?
Mengelola uang yang tak pernah cukup
Mengasuh dua anak yang tak bisa diam
Mendampingi suami yang kadang marah
Karena lelah setelah seharian bekerja
Bunda
Katakan padaku
Dimana engkau belajar
Menempa diri
Menjadi yang tak terkalahkakn?
Perguruan tinggi telah kulalui
Sekian aturan perusahaan telah kupahami
Tapi aku tetap bodoh
Dalam memahami rahasia kehidupan
Bunda,
Bisikkan padaku
Apa kunci sukses hidupmu?
Ku torehkan pena di akhir Januari 2003.
Icha Koraag
Waktu terus berjalan
Seiring lamunanku yang berlalu
Bathin ini terasa penat
Menghadapi persoalan yang rasanya
tak mau berakhir
Bundaku
Membayang wajahmu
Adalah setitik kebahagiaan
Mengingat telaga bening di bola matamu
Terbayang kedamaian dalam jiwa
Membayang dekapmu
Terasa hangatnya dalam sukmaku
Bundaku
Bunda tiada bercela
Mampukah aku menjadi sepertimu?
Mengelola uang yang tak pernah cukup
Mengasuh dua anak yang tak bisa diam
Mendampingi suami yang kadang marah
Karena lelah setelah seharian bekerja
Bunda
Katakan padaku
Dimana engkau belajar
Menempa diri
Menjadi yang tak terkalahkakn?
Perguruan tinggi telah kulalui
Sekian aturan perusahaan telah kupahami
Tapi aku tetap bodoh
Dalam memahami rahasia kehidupan
Bunda,
Bisikkan padaku
Apa kunci sukses hidupmu?
Ku torehkan pena di akhir Januari 2003.
Icha Koraag
Thursday, September 28, 2006
Sejenak mensyukuri karya Ilahi
Pucuk daun berayun dihembus bayu
Melambai bagaikan gemulai tangan penari
Hijaunya rerumputan nampak berkilau
Bermandi cahaya matahari
Terukir indah lukisan alam, wujud nyata karya Ilahi
Menghapus lamunan kelam dari setiap hati
Ketika congkak dan sombong menguasai jiwa dan hati
Sukma yang kosong tak lagi berarti
Anugrah dan berkat Tuhan, Tak dapat menahan
Setiap tangan dan mulut untuk datang menyembah Tuhan
karena kuasa dan pengasihanMu, Tuhan
kami tak ingin lagi menjauh dari jalanMu
Ajar kami untuk memanfaatkan talenta ini
Melukis aneka warna di atas kanvas kehidupan
Senyata keseharian aktivitas kami
Ketika melakoni dan memahami makna hidup dan kehidupan
Agar kami bisa menikmati semua ciptaanMu
Mensyukuri atas hidup dan kehidupan
menjaga dan merawat bumi
Untuk anak cucu kelak
16 September 2006
Melambai bagaikan gemulai tangan penari
Hijaunya rerumputan nampak berkilau
Bermandi cahaya matahari
Terukir indah lukisan alam, wujud nyata karya Ilahi
Menghapus lamunan kelam dari setiap hati
Ketika congkak dan sombong menguasai jiwa dan hati
Sukma yang kosong tak lagi berarti
Anugrah dan berkat Tuhan, Tak dapat menahan
Setiap tangan dan mulut untuk datang menyembah Tuhan
karena kuasa dan pengasihanMu, Tuhan
kami tak ingin lagi menjauh dari jalanMu
Ajar kami untuk memanfaatkan talenta ini
Melukis aneka warna di atas kanvas kehidupan
Senyata keseharian aktivitas kami
Ketika melakoni dan memahami makna hidup dan kehidupan
Agar kami bisa menikmati semua ciptaanMu
Mensyukuri atas hidup dan kehidupan
menjaga dan merawat bumi
Untuk anak cucu kelak
16 September 2006
Monday, September 25, 2006
BINGKAI KEHIDUPAN
Cahaya kemerahan di ufuk barat, mengundang malam
menandakan sang mentari yang kan terbenam
bagaikan manusia, kelak usia meninggi
mengantarkan makna hidup yang hakiki
Tapak-tapak kehidupan yang dilalui
telah meninggalkan jejak di belakang
namun tak berati semua telah diakhiri
walau sifat waktu yang tak pernah lekang
persahabatan dan kasih adalah hal yang berarti
tak terlupa, bahkan senatiasa mengisi relung hati
menawarkan dahaga akan arti sebuah hubungan
yang akan menjadi indahnya sebuah kenangan
Berpikir dan berkarya terus dilakukan
agar pena keabadian mencatat dalam buku kehidupan
kisah seseorang yang senantiasa berusaha
untuk menjadi yang terbaik bagi sesama
Ketika baju kehidupan di tanggalkan
tak ada arti beda warna kulit
yang ada hanya beda hasil perbuatan
kelak Sang chalik tak kan menilai sulit
Masing-masing nilai yang tertera
adalah sesuai iman dan amalan
kuantitas dan kualitas menjadi pertimbangan
saat kita pulang menghadap,
Pada Dia, sang pemilik kehidupan.
* Selamat ulang tahu Mba Lies!
24 Sept 2006.
Semoga Tuhan menyertai setiap langkah
yang Mba jalani dalam mengisi kehidupan!"
menandakan sang mentari yang kan terbenam
bagaikan manusia, kelak usia meninggi
mengantarkan makna hidup yang hakiki
Tapak-tapak kehidupan yang dilalui
telah meninggalkan jejak di belakang
namun tak berati semua telah diakhiri
walau sifat waktu yang tak pernah lekang
persahabatan dan kasih adalah hal yang berarti
tak terlupa, bahkan senatiasa mengisi relung hati
menawarkan dahaga akan arti sebuah hubungan
yang akan menjadi indahnya sebuah kenangan
Berpikir dan berkarya terus dilakukan
agar pena keabadian mencatat dalam buku kehidupan
kisah seseorang yang senantiasa berusaha
untuk menjadi yang terbaik bagi sesama
Ketika baju kehidupan di tanggalkan
tak ada arti beda warna kulit
yang ada hanya beda hasil perbuatan
kelak Sang chalik tak kan menilai sulit
Masing-masing nilai yang tertera
adalah sesuai iman dan amalan
kuantitas dan kualitas menjadi pertimbangan
saat kita pulang menghadap,
Pada Dia, sang pemilik kehidupan.
* Selamat ulang tahu Mba Lies!
24 Sept 2006.
Semoga Tuhan menyertai setiap langkah
yang Mba jalani dalam mengisi kehidupan!"
Thursday, September 14, 2006
BUNDAKU
Membacakan Puisi Di acara Natal POUKLI 2005 |
Berbilang tahun sudah kau lalui
Aneka peran sudah di lakoni
tinggal mengucap syukur setiap hari
atas Berkat Kasih Illahi
Susah senang telah menyatu
Menjadi kisah haru dan lucu
Saat bercengkarama dengan anak dan cucu
Di temani secangkir kopi susu
Lelah dan keringat
Berubah menjadi semangat
Menuju garis kemenangan
Adakah yang harus ditakuti?
Jika Tuhan senantiasi menyertai?
Menyongsong ulang tahun mami, 24 Sept 2006
ke 77 tahun
(Icha 14 Sept 2006)
Wednesday, September 13, 2006
Puisiku dan Bung Heri Latief
Elisa Koraag wrote:
Bung Heri,
Jika tambo telah terbaca
jelas sudah usul dan asal
Ninik Mamak adat di kampung
tempat curahan hati ditampung
Danau Maninjau di Minangkabau
Tanah harapan para perantau
yang selalu menghimbau
pulang 'tuk menikmati nasi kapau
Walau mual dan pening
Kelok ampe-ampe harus dilalui
Agar tiba di Bukittinggi
yang disambut semiilir angin dingin
Jam gadang nampak menantang
Megah berdiri lah rumah gadang
panggil perantau segera pulang
tuk bersama menggarap ladang
Bila esok mentari terbit
kita bersama menabur bibit
Buka hanya padi dan cabe yang disemai
tapi kasih dan perdamaian.
Salam
Icha
heri latief wrote:
Akar Rumput
minangkabau itu tanah air
demikian mimpimu terasa mengalir
melintasi hijaunya lembah anai
menuruni jeram ngarai sianok
dan bermuara pada kenangan
perjalanan melacak akar rumput
datang kembali menggali memori
dari asal usul sebuah tambo
maka kami adalah turunan Ganggo
salam, heri latief
amsterdam, 17 agustus 2006
Bung Heri,
Jika tambo telah terbaca
jelas sudah usul dan asal
Ninik Mamak adat di kampung
tempat curahan hati ditampung
Danau Maninjau di Minangkabau
Tanah harapan para perantau
yang selalu menghimbau
pulang 'tuk menikmati nasi kapau
Walau mual dan pening
Kelok ampe-ampe harus dilalui
Agar tiba di Bukittinggi
yang disambut semiilir angin dingin
Jam gadang nampak menantang
Megah berdiri lah rumah gadang
panggil perantau segera pulang
tuk bersama menggarap ladang
Bila esok mentari terbit
kita bersama menabur bibit
Buka hanya padi dan cabe yang disemai
tapi kasih dan perdamaian.
Salam
Icha
heri latief
Akar Rumput
minangkabau itu tanah air
demikian mimpimu terasa mengalir
melintasi hijaunya lembah anai
menuruni jeram ngarai sianok
dan bermuara pada kenangan
perjalanan melacak akar rumput
datang kembali menggali memori
dari asal usul sebuah tambo
maka kami adalah turunan Ganggo
salam, heri latief
amsterdam, 17 agustus 2006
SALAH SATU PERMATA HATIKU
Bening bola matanya adalah sumber telaga kekuatanku.
Gelak tawanya adalah rekaman yang selalu ada di memoriku.
Celotehnya adalah kepastian tekadku untuk memberi yang terbaik.
Edut Suredut Pam-pam Dut, itulah panggilan sayang kami untuknya.
PEDIH ITU NIKMAT
Masih kurasa genggaman tanganmu
saat tangan kita saling menjalin
tiada kata terucap
hanya getar rasa yang ada
langit biru saksi bisu
namun takdir berkata lain
pedih itu nikmat
kala rindu datang menyelinap
AKU SI PEMUJA CINTA
02, 06, 06
Ketika engkau datang
bunga-bunga di kebunku selalu bermekaran
Pelangi tak pernah pupus, walau mentari bersinar keras
Seakan ingin selalu menghangatkan hatiku
Gemuruh suaramu luluh lantakan alamku
tapi tetap semaikan rasa itu
walau ombak terus bergulung
tak jadi kendala berarti
untuk terus merasakan cinta
karena aku Si pemuja cinta
Lewat kibasan tanganku
ingin kutebarkan aroma cinta
pada setiap hati yang putih
agar menjadi berwarna
hingga hidup menjadi lebih bermakna
2 Juni 2006
Buat kekasih hatiku.
Icha
SENANDUNG BELAHAN HATI
Heningnya malam, mengiring sunyi
Terdengar senandung belahan hati
Yang mungkin terbaring sepi
merenda mimpi
Di tepi rindu di sini
Ku menanti janji
Peluk cium
Bila kau kembali
Sayangku,
malu diri ini bila harus menyebutmu, sayang
padahal dalam nurani yang paling dalam
kuingin kau memanggilku, sayang.
Seperti ketika kita merajut janji
Sejalan seiring melalui hari
Aku sayangmu
Kamu sayangku
Berbilang tahun sudah berlalu
Rambut putih sudah mengintip
Seakan memberi tanda
Bertambah sudah usia
Namun kalau boleh aku berharap
Rasa diantara kita juga terus bertambah
Karena aku semakin menyadari
Engkau memang si penghuni hati ini.
Untuk kamu, yang sembunyi disisi hatiku.
13 Sept 2006
Audy
Dear Icha,
Indah sekali puisimu
terasa sampai kedasar hati
apa yang dirasa seseorang
yang rindu kata2 sayang
membuat mata jadi memerah
MASIHKAH ADA TEMPAT BAGI SI MISKIN...??
Masihkah ada tempat bagi si miskin di negeri ini?
Jika dengan dalih penertiban dan kerapihan,
Pemerintah kota boleh menggusur pedagang kak lima.
Jika tempat usaha sudah tak ada lagi,
Karena usaha mereka memperburuk penampilan kota.
Masihkah ada tempat bagi si miskin di negeri ini?
Kalau biaya kesehatan tak terjangkau
Karena harga obat menjulang tinggi
Jika hipermarket sudah lebih banyak daripada pasar tradional
Sehingga tak ada lagi sayur yang bisa di tawar
Masihkah ada tempat bagi si miskin di negeri ini?
Jika bahan bakar naik terus hingga uang di saku
Tak lagi cukup untuk bayar ongkos bis kota.
Jika wajib belajar sembilan tahun dan bebas uang sekolah
Hanya slogan semata?
Masihkah ada tempat bagi si miskin di negeri ini?
Kalau pemerintah lebih berpihak pada kecantikan fisik kota
Daripada kesejahteraan sosial rakyatanya?
Kalau ada milyaran rupiah untuk renovasi taman kota
Tapi tak ada lagi subsidi beras, gula dan minyak goreng.
Jika tak ada lagi tempat bagi si miskin di negeri ini
Lalu harus kemanakah orang miskin di negeri ini
Yang faktanya dari tahun ketahun jumlahnya terus meningkat
KUTULISKAN PUISI INI................
Karena tembok-tembok birokrasi masih tetap tebal
Suara rakyat hanya terbentur pada dinding birokrasi
Yang tak bertelinga dan tak bernurani
Kutuliskan puisi ini
Karena aku ingin berterIak mengeluarkan keprihatinanku
Tapi aku tak mau di bilang tidak waras
Berteriak di jam 10 lewat 15 malam
Kutuliskan puisi ini
Karena pedih hati ini mendengar fakta rakyat miskin terus bertambah
Para ibu terpaksa berniat menjual darah dagingnya
Lantaran esok hari tak tahu harus makan apa.
Siapakah yang akan mendengar jeritan batinku?
Jika engkau mendengar, berbuatlah sesuatu
Agar pada pidato presiden tahun depan,
jumlah kemiskinan benar-benar turun.
Kamarku, 2 September 2006 Pk. 22.15,
Icha Koraag
PEREMPUAN BERTANYA
Lagi-lagi aku merasa bingung.
Baru saja aku mendapat berita.
Seorang kawanku dihianati suaminya.
Aku berusaha untuk tidak menyertakan perasaan.
Aku coba menganalisa.
Kira-kira apa yang menyebabkan suaminya berselingkuh?
Lima tahun lalu ketika memproklamirkan rencana pernikahan,
Sempat membuatku iri.
Bagaimana tidak iri,
Baru pacaran enam bulan
Dan berani menikah.
Sementara aku….
Ach…ini bukan topik diriku.
Lagi-lagi aku termangu, kok tega betul.
Masih terdengar tangisnya diujung telfon.
“Bayangkan mba….aku melahirkan…
suamiku menunggu sambil bertelfonan
dengan wil nya….sakit gak sih…?”
Dan setelah menjemputku dan bayinya
Lalu mengantarkan kami pulang, ia pergi lagi ke wilnya.
Pertanyaanku….
Kok kamu mau…?
Yach aku tidak mau…! Jawabnya dengan emosi.
Kapan kamu tahu ia mulai selingkuh…?
Saat si sulung enam bulan…! Jawabnya pelan.
Lah sekarang anakmu tiga….? Tanyaku dengan terkejut.
Kamu cinta…? Cecarku tak sabar.
Bukan cinta, mbak!
Berharap ada perubahan dong…! Jawabnya lesu.
Dengan terus menerus bersedia ditiduri,
Hamil lalu melahirkan dan mengurus bayi? Cecarku lagi!
Apa kamu tidak berpikir untuk meningkatkan dirimu sendiri?
Atau kamu merasa secara ekonomi sudah tercukupi sehingga
Merasa aman di rumahmu…?
Sadarkah kamu,
kalau suamimu mengkondisikan mu terus menerus hamil
supaya dia bisa berjalan terus dengan wilnya…? Tanyaku emosi.
Lalu apa recanamu…?
Yah bertahan mbak…!
Barangkali ini memang nasibku…..
Apa tidak niat berusaha keluar dari masalah ini…?
Cerai…? Maksud mbak?
Bagaimana nasib anak-anak, mba?
Siapa yang akan kasih makan mereka?
Terus saya akan tinggal dimana?
Yah…ampun..!
Suamimu lupa, atau kamu yang lupa
Kalau dulu dia mengenalmu sebagai penyiar radio?
Kamu wanita bekerja.
Kamu punya kemampuan dan kamu memang mampu…?
Tapi di keyakinan kami, mbak
Perempuan tidak baik menggugat cerai.
Dan perempuan tidak boleh menolak jika diajak berhubungan intim dengan suami.
Kalau kami bisa memaafkan, sorga upahnya…! Katanya lirih.
Aku tidak mempersoalkan keyakinanmu.
Biar keyakinanmu berbeda denganku
Tapi tidak ada atas nama apapun di muka bumi
Yang mengizinkan perempuan disia-siakan..
Upah Sorga diinginkan semua umat manusia.
Tapi kamu masih dibumi.
Mengapa mau mencapai sorga lewat neraka bumi,
Padahal ada jalan lain…?
Tapi mungkin ini takdir, jalan hidup saya mbak…!
Kamu tidak bisa bicara takdir kalau
kamu tidak mau menciptkan takdirmu sendiri.!!! Seruku setengah berteriak.
Rasanya suaraku nyaris hilang ditenggorokan
Karena airmata sudah mengembang dikelopak mataku.
Aku marah….
Aku merasa sakit..
Aku kecewa…. pada diriku sendiri
Karena aku tidak bisa berbuat apa-apa.
Jadi apa yang melegalkan selingkuh …?
Suami yang tidak setia lantaran istri punya kekurangan?
Atau superpower laki-laki…?
Mengapa tidak ada aturan hukumnya..?
Apa perempuan memang warga kelas dua?
Bukankah laki-perempuan punya kedudukan sama dimata hukum…?
Atau hukum punya mata yang lain untuk melihat laki dan perempuan?
Lalu bagaimana dengan perempuannya sendiri?
Sadarkah perempuan
Kalau juga punya hak yang sama?
Bukan hak untuk berselingkuh tapi hak untuk tidak diperlakukan seperti itu.
Biar jelek, biar gendut atau kurus atau tak terurus.
Menikah bukan untuk sehari dua hari atau setahun dua tahun.
Kalau mau romantis katanya,
Sampai kakek-nenek…atau
Sampai ajal memisahkan…!
Konflik pasti ada,
Namanya hidup dari dua latar belakang yang berbeda.
Persoalannya dalam sebuah rumah tangga
Adakah kesadaran suami dan istri setara…?
Apakah pernikahan hanya untuk menyalurkan nafsu hewani…?
Sebetulnya apa sih tujuan pernikahan?
Apa benar untuk berkembang biak…?
Lalu apa artinya kasih sayang,
Perhatian,
Kepercayaan,
Komunikasi….dan
Cinta….?
Haruskah menikah lagi karena salah satu mandul…?
Atau bolehkan menikah lagi karena sekarang aku mencintai orang lain?
Mengapa cinta bisa berubah…?
Mengapa poligami atau poliandri selalu menjadi berita?
Perempuan….siapakah engkau….?
Berbentuk apakah engkau…?
Terlahir untuk siapa engkau….?
Ketika kau terluka..apa yang kau lakukan?
Adakah airmatamu berarti…?
Atau adakah jeritanmu di dengar…?
Atau semua itu hilang dibawah lobi-lobi politik
Yang tidak menginginkan perempuan bermain diwilayah laki-laki…?
Jakarta, Agustus 2004
Tuesday, September 12, 2006
BOSAN !!!!!
AKU TAK TAHU MAU APA LAGI.
KOMPUTER ADA.
PRINTER ADA
MESIN FOTO COPY ADA
JUGA FAX DAN FASILITAS EMAIL.
HANDPHONE, JELAS ADA.
KLIEN ADA
PROJECT ADA
ANGGARAN, WALAU PAS-PAS-AN JUGA ADA.
YANG LAIN SIBUK
TAPI AKU…..?
SALAH SIAPA?
HARUS BERSYUKUR
ATAU MALAH MEMAKI
JIKA TIDAK ADA KERJAAN
UNTUK DI KERJAKAN?
PADAHAL TIAP BULAN
BERBILANG JUTAAN RUPIAH
DITERIMA SEBAGAI IMBALAN PEKERJAAN
SELAMA SEBULAN.
JADI KALAU TIDAK ADA KERJAAN UNTUK DIKERJAKAN?
LAYAKKAH JUTAAN RUPIAH DIBAWA PULANG
LALU DIGUNAKAN UNTUK BELANJA KEPERLUAN HIDUP?
RASANYA HINA BANGET,
APA BEDANYA DENGAN GEMBEL
YANG BUKA TANGAN DI PEREMPATAN
LAMPU MERAH?
GEMBEL MALAH MASIH USAHA,
BERPANAS-PANAS DAN BERAKTING
SEPERTI ORANG SUSAH.
SYUKUR-SYUKUR PENCARI BAKAT LEWAT,
DARI GEMBEL BISA JADI ARTIS.
MEMANG SEMUA NASIB SUDAH DIATUR
SAMA YANG DIATAS.
TINGGAL BAGAIMANA KITA MENSYUKURI
SEMUA BERKAT YANG KITA TERIMA.’
JADI GAK ADA KERJAAN
MUSIBAH ATAU BERKAT
YANG JUSTRU HARUS DISYUKURI?
27 JUNI 2005
KOMPUTER ADA.
PRINTER ADA
MESIN FOTO COPY ADA
JUGA FAX DAN FASILITAS EMAIL.
HANDPHONE, JELAS ADA.
KLIEN ADA
PROJECT ADA
ANGGARAN, WALAU PAS-PAS-AN JUGA ADA.
YANG LAIN SIBUK
TAPI AKU…..?
SALAH SIAPA?
HARUS BERSYUKUR
ATAU MALAH MEMAKI
JIKA TIDAK ADA KERJAAN
UNTUK DI KERJAKAN?
PADAHAL TIAP BULAN
BERBILANG JUTAAN RUPIAH
DITERIMA SEBAGAI IMBALAN PEKERJAAN
SELAMA SEBULAN.
JADI KALAU TIDAK ADA KERJAAN UNTUK DIKERJAKAN?
LAYAKKAH JUTAAN RUPIAH DIBAWA PULANG
LALU DIGUNAKAN UNTUK BELANJA KEPERLUAN HIDUP?
RASANYA HINA BANGET,
APA BEDANYA DENGAN GEMBEL
YANG BUKA TANGAN DI PEREMPATAN
LAMPU MERAH?
GEMBEL MALAH MASIH USAHA,
BERPANAS-PANAS DAN BERAKTING
SEPERTI ORANG SUSAH.
SYUKUR-SYUKUR PENCARI BAKAT LEWAT,
DARI GEMBEL BISA JADI ARTIS.
MEMANG SEMUA NASIB SUDAH DIATUR
SAMA YANG DIATAS.
TINGGAL BAGAIMANA KITA MENSYUKURI
SEMUA BERKAT YANG KITA TERIMA.’
JADI GAK ADA KERJAAN
MUSIBAH ATAU BERKAT
YANG JUSTRU HARUS DISYUKURI?
27 JUNI 2005
BODOHKAH AKU…….???
Aku pusing……
Aku bingung
Sebenarnya…..Bodohkah aku…???
Barangkali aku memang bodoh….!
Huh…tapi nanti dulu
Aku tamatan S1.
Skripsiku dapat kupertanggung jawabkan,
Walau bukan cumlaude
Tapi nilai B juga lumayan.
Nah…itukan artinya aku tidak bodoh.
Jadi siapa yang bodoh…?
Mengapa aku sulit sekali memahami
Konsep yang ditawarkan calon presiden Indonesia.
Kenapa aku bingung…?
Yang ditawarkan baru konsep tapi yang mencela,
Sudah banyak banget.
Mulai dari layak atau tidak layaknya konsep tersebut direalisasikan
Sampai konsep-konsep yang tidak masuk akal.
Masak mau berantas KKN
Tapi anggota DPRD bermasalah tetap diizinkan dilantik.
Lalu ada partai yang pada putaran pemilihan legislative
Antipati pada partai tertentu….eh..ala sekarang mendukung.
Istilah politik dagang sapi
Kembali jadi topik perbincangan masyarakat.
Mulai di warung kopi kaki lima sampai di cafe daerah Kemang dan Sudirman.
Walaupun kalau ditanya lebih detil,
Hmmm….. aku berani jamin,
kebanyakan tidak paham artinya politik dagang sapi.
Istilah lain jual kursi atau jual jabatan.
Nah yang terakhir jelas sangat hina.
Tapi apa mereka paham artinya hina?
Atau lebih menakutkan lagi kalau mereka gak tahu yang dimaksud dengan harga diri.
Jadi bagaimana mereka bisa merasa terhina?
Kalau yang dimaksud harga diri tidak tahu.
Wwiiiih….seram sekali…!!!
Tuh…kan, aku jadi lebih pusing.
Lebih parah lagi pusing membuatku jadi bingung.
Kata orang kalau bingung pegang jempol.
Jempol dipegang, pusing dan bingungku gak berkurang.
Salah pegang jempol,…barangkali!
Habis jempol siapa yang harus ku pegang.
Atau aku harus angkat jempol untuk mereka yang mampu membuatku pusing?
Karena kalau aku gak pusing dan gak bingung.
Aku bisa berpikir…
Bahwa orang seperti aku di tanah air bukan cuma satu.
Apaka ini bagian dari proses pembodohan jangka panjang….?
Jakarta, Agustus 2004
Aku bingung
Sebenarnya…..Bodohkah aku…???
Barangkali aku memang bodoh….!
Huh…tapi nanti dulu
Aku tamatan S1.
Skripsiku dapat kupertanggung jawabkan,
Walau bukan cumlaude
Tapi nilai B juga lumayan.
Nah…itukan artinya aku tidak bodoh.
Jadi siapa yang bodoh…?
Mengapa aku sulit sekali memahami
Konsep yang ditawarkan calon presiden Indonesia.
Kenapa aku bingung…?
Yang ditawarkan baru konsep tapi yang mencela,
Sudah banyak banget.
Mulai dari layak atau tidak layaknya konsep tersebut direalisasikan
Sampai konsep-konsep yang tidak masuk akal.
Masak mau berantas KKN
Tapi anggota DPRD bermasalah tetap diizinkan dilantik.
Lalu ada partai yang pada putaran pemilihan legislative
Antipati pada partai tertentu….eh..ala sekarang mendukung.
Istilah politik dagang sapi
Kembali jadi topik perbincangan masyarakat.
Mulai di warung kopi kaki lima sampai di cafe daerah Kemang dan Sudirman.
Walaupun kalau ditanya lebih detil,
Hmmm….. aku berani jamin,
kebanyakan tidak paham artinya politik dagang sapi.
Istilah lain jual kursi atau jual jabatan.
Nah yang terakhir jelas sangat hina.
Tapi apa mereka paham artinya hina?
Atau lebih menakutkan lagi kalau mereka gak tahu yang dimaksud dengan harga diri.
Jadi bagaimana mereka bisa merasa terhina?
Kalau yang dimaksud harga diri tidak tahu.
Wwiiiih….seram sekali…!!!
Tuh…kan, aku jadi lebih pusing.
Lebih parah lagi pusing membuatku jadi bingung.
Kata orang kalau bingung pegang jempol.
Jempol dipegang, pusing dan bingungku gak berkurang.
Salah pegang jempol,…barangkali!
Habis jempol siapa yang harus ku pegang.
Atau aku harus angkat jempol untuk mereka yang mampu membuatku pusing?
Karena kalau aku gak pusing dan gak bingung.
Aku bisa berpikir…
Bahwa orang seperti aku di tanah air bukan cuma satu.
Apaka ini bagian dari proses pembodohan jangka panjang….?
Jakarta, Agustus 2004
KESAKSIAN KESET KAKI
Percakapan rutin yang setiap hari kudengar:
Pletak….pletok…..pletak….pletok…
Nyesss…dan tubuhku diinjak si seksi.
Tok….tok….tok…..suara pintu diketok.
Terdengar suara berat “ Ada apa?”
Si sexi membuka pintu, melongok ke dalam ruangan
Lalu berkata sambil mesem…” Saya pak…..Cindy” Katanya.
Lalu suara berat itu terdengar lagi
“ Hmmmm….ada apa? Sembari mengangkat wajahnya
dari tumpukan map yang sedang dibaca.
“Bapak ada waktu terima tamu, jam berapa…?” tanya si seksi Cindy.
“ Mr x kan sudah janji 3 kali….! Kali ini Cindy sudah di dalam.
Brengsek…! Pintunya gak di tutup.
Mau gak mau pasti aku mendengar lagi.
“….Bapak sibuk terus yach…, Cindy kan kangen pak !
Suara si seksi terdengar seksi.
Suara berat itu terdengar sedikit ramah…
“…Masa…? Ayo sini…kunci pintu…!
Blam pintu di tendang Cindy dan terdengar Ceklik,
Tanda pintu di kunci.
Tapi kupingku sangat sensitive, walau tertutup aku masih bisa mendengar.
Suara cekikikan Cindy terdengar samar.
Aku yakin pasti apa yang sedang terjadi dalam kamar
dia lagi duduk dipangkuan si bos…! Bagai pengantin yang di lamar.
Hmmm…kangen yach…? Suara si bos terdengar seperti sedang menyedot sesuatu.
Aku tahu dengan pasti bukan hidung yang buntu
Suara-suara mesum itu makin terdengar sayup-sayup
sesekali terdengar suara Cindy
Mengaduh manja..”…Aaaah….uuuuhh….. aduh !”
Tiba-tiba kudengar dering telephone.
Sekali…dua ….tiga….empat
Dan…halo ?…. terdengar suara berat setengah kesal.
“…eh mama…! Suara itu tergagap seperti tersumpal.
“….maaf ma, lagi ngantar tamu kepintu, ada apa…?
Kali ini dengan nada yang terdengar dari balik bantal.
Aku bisa membayangkan si Cindy pasti sedang keki
Atau sedang beraksi
karena aku mendengar suara hentakan kaki
Tiba-tiba aku merasa risih.
Di pintu besar berwarna coklat
Terpampang tulisan …………Agung.
Yachh Mister……Agung yang terhormat.
Telah menjadi pejabat
Dan banyak di beri selamat
Berkali-kali aku mendengar si Mister…….Agung
mengatakan kepada sekretarisnya:
Ini dunia pekerjaan yang paling asyik.
Meja birokrasi sebenarnya tidak diperlukan
Begitu juga dengan aturan-aturan pemerintah
Karena semua bisa diselesaikan di meja ungu.
Meja ruang tamu si Mister…. Agung yang diberi taplak ungu
Oleh si seksi Cindy.
Taplak ungu itupun ada ceritanya.
Mulanya taplak itu berwarna putih dengan hiasan mawar merah
Eh si nyonya Mister…. Agung, ngamuk
Mengira si Mister Agung jatuh cinta karena ruangannya bernuansa ceria.
Padahal feelingnya benar karena si mister…Agung hoby sekali selingkuh.
Terakhir si seksi cindy sudah berjalan empat bulan empat hari
Tahapannya juga sudah jauh menyimpang.
Mulai dari pagi dengan alas an meeting
sampai BBS, Bobo bobo siang.
Si Mister…Agung setuju dengan riang
Saat taplaknya diganti berwarna dasar ungu
Terinspirasi celana dalamnya Cindy.
Sehingga setiap melihat warna ungu, si Mister….Agung
Bisa membayangkan ada apa di dalam celana Cindy..
Ada perselingkuhan
Lantaran ingin menunjukan keangkuhan
Padahal tidak lebih dari sekadar menutupi kerapuhan
Mengingat usia yang sudah semakin sepuh.
Putih warna rambut
Tak pernah menyadarkan dekatnya maut
Jika diingatkan, semakin membuatnya kalut.
Seakan tak perlu lagi rasa takut
Dalam dosa bergelut
Ada tangis mengiris membuat hati menepis
Akan rasa yang tipis, sadar akan perlunya terapis
Untuk mengembalikan ke jalan yang manis.
Dimana tidak ada lagi tangis
Namun ketika jabatan telah ditanggal
Bagi sebagian orang serasa dipenggal
Lantaran tak lagi punya hak untuk menjagal
Karena tiba-tiba….orang sekitarnya menjadi kebal.
Dan aturan-aturan dalam kitab yang tebal
Berubah makna, membuat si bapak menjadi bebal
Tak mampu mencerna apa artinya gagal.
Aku cuma selembar keset kaki
Tapi sempat mendengarkan ulah beberapa lelaki
Yang menganggap dunia bisnis dan politik bagai teka-teki
Kapan ke kanan dan kapan ke kiri
Hanya menunggu nurani hati
Sadar atau taubat saat tiba panggilan Illahi.
Agustus 2004
Pletak….pletok…..pletak….pletok…
Nyesss…dan tubuhku diinjak si seksi.
Tok….tok….tok…..suara pintu diketok.
Terdengar suara berat “ Ada apa?”
Si sexi membuka pintu, melongok ke dalam ruangan
Lalu berkata sambil mesem…” Saya pak…..Cindy” Katanya.
Lalu suara berat itu terdengar lagi
“ Hmmmm….ada apa? Sembari mengangkat wajahnya
dari tumpukan map yang sedang dibaca.
“Bapak ada waktu terima tamu, jam berapa…?” tanya si seksi Cindy.
“ Mr x kan sudah janji 3 kali….! Kali ini Cindy sudah di dalam.
Brengsek…! Pintunya gak di tutup.
Mau gak mau pasti aku mendengar lagi.
“….Bapak sibuk terus yach…, Cindy kan kangen pak !
Suara si seksi terdengar seksi.
Suara berat itu terdengar sedikit ramah…
“…Masa…? Ayo sini…kunci pintu…!
Blam pintu di tendang Cindy dan terdengar Ceklik,
Tanda pintu di kunci.
Tapi kupingku sangat sensitive, walau tertutup aku masih bisa mendengar.
Suara cekikikan Cindy terdengar samar.
Aku yakin pasti apa yang sedang terjadi dalam kamar
dia lagi duduk dipangkuan si bos…! Bagai pengantin yang di lamar.
Hmmm…kangen yach…? Suara si bos terdengar seperti sedang menyedot sesuatu.
Aku tahu dengan pasti bukan hidung yang buntu
Suara-suara mesum itu makin terdengar sayup-sayup
sesekali terdengar suara Cindy
Mengaduh manja..”…Aaaah….uuuuhh….. aduh !”
Tiba-tiba kudengar dering telephone.
Sekali…dua ….tiga….empat
Dan…halo ?…. terdengar suara berat setengah kesal.
“…eh mama…! Suara itu tergagap seperti tersumpal.
“….maaf ma, lagi ngantar tamu kepintu, ada apa…?
Kali ini dengan nada yang terdengar dari balik bantal.
Aku bisa membayangkan si Cindy pasti sedang keki
Atau sedang beraksi
karena aku mendengar suara hentakan kaki
Tiba-tiba aku merasa risih.
Di pintu besar berwarna coklat
Terpampang tulisan …………Agung.
Yachh Mister……Agung yang terhormat.
Telah menjadi pejabat
Dan banyak di beri selamat
Berkali-kali aku mendengar si Mister…….Agung
mengatakan kepada sekretarisnya:
Ini dunia pekerjaan yang paling asyik.
Meja birokrasi sebenarnya tidak diperlukan
Begitu juga dengan aturan-aturan pemerintah
Karena semua bisa diselesaikan di meja ungu.
Meja ruang tamu si Mister…. Agung yang diberi taplak ungu
Oleh si seksi Cindy.
Taplak ungu itupun ada ceritanya.
Mulanya taplak itu berwarna putih dengan hiasan mawar merah
Eh si nyonya Mister…. Agung, ngamuk
Mengira si Mister Agung jatuh cinta karena ruangannya bernuansa ceria.
Padahal feelingnya benar karena si mister…Agung hoby sekali selingkuh.
Terakhir si seksi cindy sudah berjalan empat bulan empat hari
Tahapannya juga sudah jauh menyimpang.
Mulai dari pagi dengan alas an meeting
sampai BBS, Bobo bobo siang.
Si Mister…Agung setuju dengan riang
Saat taplaknya diganti berwarna dasar ungu
Terinspirasi celana dalamnya Cindy.
Sehingga setiap melihat warna ungu, si Mister….Agung
Bisa membayangkan ada apa di dalam celana Cindy..
Ada perselingkuhan
Lantaran ingin menunjukan keangkuhan
Padahal tidak lebih dari sekadar menutupi kerapuhan
Mengingat usia yang sudah semakin sepuh.
Putih warna rambut
Tak pernah menyadarkan dekatnya maut
Jika diingatkan, semakin membuatnya kalut.
Seakan tak perlu lagi rasa takut
Dalam dosa bergelut
Ada tangis mengiris membuat hati menepis
Akan rasa yang tipis, sadar akan perlunya terapis
Untuk mengembalikan ke jalan yang manis.
Dimana tidak ada lagi tangis
Namun ketika jabatan telah ditanggal
Bagi sebagian orang serasa dipenggal
Lantaran tak lagi punya hak untuk menjagal
Karena tiba-tiba….orang sekitarnya menjadi kebal.
Dan aturan-aturan dalam kitab yang tebal
Berubah makna, membuat si bapak menjadi bebal
Tak mampu mencerna apa artinya gagal.
Aku cuma selembar keset kaki
Tapi sempat mendengarkan ulah beberapa lelaki
Yang menganggap dunia bisnis dan politik bagai teka-teki
Kapan ke kanan dan kapan ke kiri
Hanya menunggu nurani hati
Sadar atau taubat saat tiba panggilan Illahi.
Agustus 2004
TANGIS DARI JOGYA
Musibah itu di Jokja dan sekitarnya
ribuan nyawa berpulang kepangkuanNya
Berjuta heran mendesak tanya
Inikah amarahNya?
Adakah pedih ini berarti?
Kalau hanya duduk menanti
Mendengar berita di televisi
Padahal ribuan orang sudah mati?
Ayo kawan berpegang tangan
Hapuskan air mata
Ulurkan lengan
Kita bergandeng tangan
Bergerak bersama
Jadikan pedih itu sebagai cemeti
untuk berbuat yang lebih berarti
Agar mereka yang telah pergi
Tidak lagi di tangisi.
Yang hidup lebih membutuhkan
Bukan sekedar mie instan dan sepotong baju
Untuk memulihkan tekad dan keyakinan
Akan harapan yang tersisa!
Mungkinkah asa itu hadir sepasti mentari
Yang kan terbit di esok pagi..?
Kawan…..
Biarlah airmata ini tumpah
Biarlah ribuan nyawa ini pergi sebagai syuhada
Asal jangan kau goyahkan imanmu
Karena yang kuasa hanya menjentikkan jari
Sebagai peringatan agar kita jangan takabur.
Pasrah dan pasrahlah
Saudaramu se Indonesia
Dan di seluruh belahan dunia
Berdoa untukmu, saudaraku!
Deritamu adalah deritaku
Doaku menyertaimu!
Senin, 29 Mei 2006
Di bacakan pada pengumpulan dana
untuk korban gempa Jogya dan Jateng
Pada tanggal 10 Juni 2006 di Amsterdam
DIA
Lirih suaramu mengusap lembut relung kalbuku
menimbulkan getar-getar elektrik
mengedor debar jantungku akan rasa asing yang menggoda
tapi aneh,
aku menyukai rasa itu.
Sosokmu bawa ceriaku
Suaramu hantarkan riang dalam sukmaku
Tawamu hapuskan dahagaku akan kasih
Namun nafasmu menggemakan hasratku
Bagaikan simponi indah yang terbentuk dari melodi asmara
Irama itu hadirkan damai dalam diri
Hapuskan rindu dari raga
Ciptakan pesona dalam kedamaian
Asaku di ujung nafas
Ingin kuhirup semua udara cinta
Biar kuhembuskan kembali pada semua insan
Agar pesona cinta ciptakan kasih
Agar tak ada lagi pertentangan.
Horison biru dibalik cakrawala
Adalah semburat cinta sang matahari pada senja
Yang akan bergumul dengan malam
Cemburu tak berlaku bagi mereka,
Karena esok diufuk timur ia akan kembali bersinar
Sepasti Dia yang tak pernah meninggalkan kita.
(9-3-2006)
menimbulkan getar-getar elektrik
mengedor debar jantungku akan rasa asing yang menggoda
tapi aneh,
aku menyukai rasa itu.
Sosokmu bawa ceriaku
Suaramu hantarkan riang dalam sukmaku
Tawamu hapuskan dahagaku akan kasih
Namun nafasmu menggemakan hasratku
Bagaikan simponi indah yang terbentuk dari melodi asmara
Irama itu hadirkan damai dalam diri
Hapuskan rindu dari raga
Ciptakan pesona dalam kedamaian
Asaku di ujung nafas
Ingin kuhirup semua udara cinta
Biar kuhembuskan kembali pada semua insan
Agar pesona cinta ciptakan kasih
Agar tak ada lagi pertentangan.
Horison biru dibalik cakrawala
Adalah semburat cinta sang matahari pada senja
Yang akan bergumul dengan malam
Cemburu tak berlaku bagi mereka,
Karena esok diufuk timur ia akan kembali bersinar
Sepasti Dia yang tak pernah meninggalkan kita.
(9-3-2006)
PENGUNGSI
“Doaku untukmu Aceh, Sumut, Nias, Papua
Poso, Maluku, Jogja dan Jawa Selatan”
Mual rasa diri
Bagai perahu dilambung ombak
Terpecik rasa asin
Antara garam dan darah
Getir
Melilit
Pahit
Bingung
Terasing dilautan
Asap
Api
Bara
Panas
Arang
Abu dan puing yang nampak
Adakah itu berarti bagi tuan?
Bagi kami segalanya.
Jiwa dan raga
Namun kini sudah koyak
Entah bagaimana menisikknya.
Ketika jiwa yang koyak tak lagi dapat menampung asa.
Adakah lara ini Tuan rasa?
Adakah jeritan kami tuan dengar
Airmata kami pun tak lagi berarti.
Kemana kami harus mencari perlindungan?
Haribaan pertiwi tak lagi menjanjikan kedamaian
Ketika bumi tempat kami berpijak
Telah berubah menjadi negeri asing
Kami harus bertarung untuk mendapat sepotong singkong
Dan suara lirih bocah kecil terngiang
“…masih lapar,!”
Haruskah mengangkat senjata lagi, setelah
Negeri ini merdeka 61 tahun?
Lalu apa artinya darah kakek moyang
Yang sudah menjadi alas negeri ini?
Ketika sarana informasi dan teknologi memenuhi jagad maya.
Masih ada pertumpahan darah lantaran beda keyakinan.
Lalu apa artinya toleransi
Yang dihembuskan diawal kemerdekaan negeri ini.
Kalau kawan berubah menjadi lawan.
Aneh bin ajaib,
Konflik menjadi panjang dan tajam
Setelah lebih dari setengah abad Bhineka Tunggal Ika
menjadi pedoman.
Apa artinya Pancasila
Selain berisi 5 sila?
Adakah makna sila-sila itu dipahami?
Atau orang sudah terlalu pandai untuk mempersepsikan
Kebenaran.
Lantaran kebenaran yang hakiki cuma ada di nurani?
Lalu kemana aku harus bertanya?
Adakah kebingunganku menggugah seseorang untuk
Memberikan kejelasan tentang semua ini?
Ataukah negeri ini menunggu untuk dijajah kembali?
Haruskah aku menjadi orang yang tak berTuhan
Karena aku tak lagi ingin berharap.
Karena yang bernama harapan tak pernah singgah di wilayah kami.
Tuhan, dengarkah kau akan derita kami?
Kemana Tuan-tuan yang menjadi kepanjangan tanganMu?
Terlalu sibukkah mereka menyusun program dan kabinet?
Sehingga harapan kami telah punah ketika mereka tiba.
Lalu adakah artinya suara kami ketika memilihnya?
Bukankah tak akan ada sederet angka kemenangan
Jika suara kami terkumpul namun tak memilih.
Kami memilih karena kami masih ingin berharap
Biar sesaat bisa menikmati perubahan.
Yang penting ada kedamaian
bagi anak cucu, biar beda keyakinan.
Karena kami tak pernah tahu
mengapa Tuhan menurunkan Muhammad dan Isa.
Lalu kemana aku harus bertanya?
Adakah kebingunganku menggugah seseorang untuk
Memberikan kejelasan tentang semua ini?
Kedamaian sebuah kampung telah menjadi mimpi
Kebersamaan dalam mengisi hidup telah berubah menjadi nostalgia.
Hidup bergotong royong tinggal dalam tulisan buku pelajaran,
Itu pun setengahnya sudah terbakar.
Desa dan kampung kami tak lagi bernama.
Sawah dan ladang sudah berubah menjadi kubangan.
Kami kini tinggal dibarak,
sambil berusaha tetap berharap.
Ada kedamaian suatu hari kelak.
TOBAT
Cuaca tampak tak bersahabat
Merah hitam karena rasa dendam kesumat
Yang terus menerus menyumbat
Dalam setiap teriakan tobat!
Belum lepas beban yang penat
Lantaran perasaan jahat
Terus melihat setiap saat
Pada umat yang tak mau taat.
Apakah kau ijinkan aku…..?
Menyebut namaMu dengan lidah yang kelu?
Saat tepian hati terketuk, masihkah kita bertemu?
Untuk membuktikan bahwa Engkau satu?
Kerikil di kakiku ini, mengingatkan
Bahwa hidup bukan hanya untuk makan
Tapi juga untuk mengatasi situasi yang tertekan
Hingga akhirnya Kau songsong aku dalam pelukan.
Oh….Tuhanku
Apakah masih kau dengar
Teriakan ku yang sangar
Karena marah oleh rasa lapar?
Ampuni aku yang menolak kau jemput
karena aku masih memiliki rasa takut
Ketika harus menyongsong maut.
Pikiranku masih kalut
Aku ingin bertobat.
Belum lengkap kujalani ibadah
Karena itu, ijinkah aku menyembah
Agar imanku bertambah
Dan dapat melalui hidup dengan tabah.
24 Juni 2005
Merah hitam karena rasa dendam kesumat
Yang terus menerus menyumbat
Dalam setiap teriakan tobat!
Belum lepas beban yang penat
Lantaran perasaan jahat
Terus melihat setiap saat
Pada umat yang tak mau taat.
Apakah kau ijinkan aku…..?
Menyebut namaMu dengan lidah yang kelu?
Saat tepian hati terketuk, masihkah kita bertemu?
Untuk membuktikan bahwa Engkau satu?
Kerikil di kakiku ini, mengingatkan
Bahwa hidup bukan hanya untuk makan
Tapi juga untuk mengatasi situasi yang tertekan
Hingga akhirnya Kau songsong aku dalam pelukan.
Oh….Tuhanku
Apakah masih kau dengar
Teriakan ku yang sangar
Karena marah oleh rasa lapar?
Ampuni aku yang menolak kau jemput
karena aku masih memiliki rasa takut
Ketika harus menyongsong maut.
Pikiranku masih kalut
Aku ingin bertobat.
Belum lengkap kujalani ibadah
Karena itu, ijinkah aku menyembah
Agar imanku bertambah
Dan dapat melalui hidup dengan tabah.
24 Juni 2005
PERASAAN IBU
Di jendela pesawat pelita
Yang membawaku terbang dari Denpasar menuju Waingapu, Sumba Timur.
Mataku berusaha melihat apa yang terhampar di bawah.
Bukit-bukit batu tampak seperti badan ular
Melingkar-lingkar, sesekali ada yang berwarna putih.
Pesawat terbang merendah
Siap mendarat di lapangan terbang Mau Hau
Pohon kelapa semakin jelas bentuknya.
Dan ujung landasan juga mulai tampak.
Perlahan tapi pasti, pesawat mulai merendah
Dan terasa roda-roda pendaratan sudah keluar
Dulu, naik pesawat terbang hanya mimpi,
Kini karena tugas, nyaris tiap hari aku naik pesawat.
Ketika aku masih bocah usia lima- enam tahun
Setiap terdengar suara pesawat, aku akan melompat kegirangan
Dan melambai. Berharap mereka melihatku.
Begitu juga saat menginjak Waingapu, Sumba Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Seperti mimpi.
Ketika SD aku menghafal nama ibu kotanya, nama gubernurnya, nama bandaranya,
Penghasilan utamanya, dan juga nama-nama gunungnya.
Sekarang aku menginjak tanah ini.
Rasa tak percaya itu masih mengusik.
Sejak tanggal 9 Agustus
Aku pergi meninggalkan suami dan kedua anakku.
Ada yang menoreh rasa perih di dada.
Aku pergi karena tugas. Bukan jalan-jalan.
Beberapa hari lalu, aku dari Gorontalo,
Daerah nenek moyang suamiku. Lalu Manokwari.
Papua barat…! Itu derah konflik.
Bahkan aku sempat berfoto di depan tulisan
Dewan Pimpinan Pusat, Gerakan Merah Putih…!
Kawan-kawanku mengira, aku bersenang-senang.
Sudah tentu aku harus punya perasaan senang.
Perasaan itu harus ditimbulkan, harus diciptakan.
Kalau tidak ingin frustasi.
Padahal, kalau mau jujur.
Saat malam menjelang dan terbaring dikamar hotel.
Hati ini ingin menjerit.
Tapi membayangkan saja tidak berani.
Takut mereka,….kedua buah hatiku gelisah dan rewel.
Perempuan mana, yang sudah menjadi seorang ibu
Tidak resah dan gelisah, bila teringat buah hati?
Yang baru berusia 4 dan 1 tahun?
Yang terpaksa ditinggalkan sementara diseberang lautan?
Aku berusaha untuk tidak mengingat mereka.
Tapi salahkah aku…?
kalau terkadang bau tubuh keduanya ada diujung hidung?
Bukan keduanya tapi ketiganya, termasuk bapaknya.
Mengingat bapaknya, aku jadi tersenyum.
Hati ini merasa tenang karena yakin kedua anakku
Ada pada bapaknya
yang pasti melindungi dan merawat mereka.
Walau aku juga tau, banyak bapak-bapak yang tidak ingat
Telah meninggalkan bibit dimana saja.
Jadi jangan heran para ibu mengasihi anak-anak seperti itu
Dengan cara yang luar biasa.
Ketabahan perempuan-perempuan yang terpaksa menjual tubuhnya
Untuk menghangatkan laki-laki yang tak berani berkomitmen
Atau laki-laki yang hobi berpetualang.
Adalah ketabahan yang luar biasa.
Keterpaksaan menjual diri karena tuntutan hidup
Sesuatu yang menakutkan.
Tak ada seorangpun yang mau
Tapi terkadang terasa tak ada jalan lain
Ketika dihadapi tingginya biaya hidup termasuk harga makanan.
Jangan lagi bicara pendidikan, apalagi kesejahteraan seperti sandang dan papan.
Itu cuma ada dalam mimpi indah saat tidur.
Di sini di Sumba
Kemiskinan tampak dari bocah-bocah kecil berpakaian seadanya.
Atau orang-orang yang memikul jerigen dan berjalan 3 km untuk mendapatkan air.
Jadi jangan tanya apa yang mereka lakukan diwaktu luang.
Karena waktu luang bukan milik mereka.
Dan aku masih termangu, ketika penumpang pesawat bersiap turun.
Ini kali kedua aku mendarat di Waingapu.
Dan kali ke sekian aku harus kompromi dengan persaaanku sebagai ibu
Karena meninggalkan kedua buah hatiku saat fajar belum lagi menyingsing.
Sabar nak, dua hari lagi mama pulang!.
Dan aku menarik nafas,
bau mereka ada diujung hidungku.
Agustus 2004
“Yang kucinta Bastiaan & Vanessa”
Yang membawaku terbang dari Denpasar menuju Waingapu, Sumba Timur.
Mataku berusaha melihat apa yang terhampar di bawah.
Bukit-bukit batu tampak seperti badan ular
Melingkar-lingkar, sesekali ada yang berwarna putih.
Pesawat terbang merendah
Siap mendarat di lapangan terbang Mau Hau
Pohon kelapa semakin jelas bentuknya.
Dan ujung landasan juga mulai tampak.
Perlahan tapi pasti, pesawat mulai merendah
Dan terasa roda-roda pendaratan sudah keluar
Dulu, naik pesawat terbang hanya mimpi,
Kini karena tugas, nyaris tiap hari aku naik pesawat.
Ketika aku masih bocah usia lima- enam tahun
Setiap terdengar suara pesawat, aku akan melompat kegirangan
Dan melambai. Berharap mereka melihatku.
Begitu juga saat menginjak Waingapu, Sumba Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Seperti mimpi.
Ketika SD aku menghafal nama ibu kotanya, nama gubernurnya, nama bandaranya,
Penghasilan utamanya, dan juga nama-nama gunungnya.
Sekarang aku menginjak tanah ini.
Rasa tak percaya itu masih mengusik.
Sejak tanggal 9 Agustus
Aku pergi meninggalkan suami dan kedua anakku.
Ada yang menoreh rasa perih di dada.
Aku pergi karena tugas. Bukan jalan-jalan.
Beberapa hari lalu, aku dari Gorontalo,
Daerah nenek moyang suamiku. Lalu Manokwari.
Papua barat…! Itu derah konflik.
Bahkan aku sempat berfoto di depan tulisan
Dewan Pimpinan Pusat, Gerakan Merah Putih…!
Kawan-kawanku mengira, aku bersenang-senang.
Sudah tentu aku harus punya perasaan senang.
Perasaan itu harus ditimbulkan, harus diciptakan.
Kalau tidak ingin frustasi.
Padahal, kalau mau jujur.
Saat malam menjelang dan terbaring dikamar hotel.
Hati ini ingin menjerit.
Tapi membayangkan saja tidak berani.
Takut mereka,….kedua buah hatiku gelisah dan rewel.
Perempuan mana, yang sudah menjadi seorang ibu
Tidak resah dan gelisah, bila teringat buah hati?
Yang baru berusia 4 dan 1 tahun?
Yang terpaksa ditinggalkan sementara diseberang lautan?
Aku berusaha untuk tidak mengingat mereka.
Tapi salahkah aku…?
kalau terkadang bau tubuh keduanya ada diujung hidung?
Bukan keduanya tapi ketiganya, termasuk bapaknya.
Mengingat bapaknya, aku jadi tersenyum.
Hati ini merasa tenang karena yakin kedua anakku
Ada pada bapaknya
yang pasti melindungi dan merawat mereka.
Walau aku juga tau, banyak bapak-bapak yang tidak ingat
Telah meninggalkan bibit dimana saja.
Jadi jangan heran para ibu mengasihi anak-anak seperti itu
Dengan cara yang luar biasa.
Ketabahan perempuan-perempuan yang terpaksa menjual tubuhnya
Untuk menghangatkan laki-laki yang tak berani berkomitmen
Atau laki-laki yang hobi berpetualang.
Adalah ketabahan yang luar biasa.
Keterpaksaan menjual diri karena tuntutan hidup
Sesuatu yang menakutkan.
Tak ada seorangpun yang mau
Tapi terkadang terasa tak ada jalan lain
Ketika dihadapi tingginya biaya hidup termasuk harga makanan.
Jangan lagi bicara pendidikan, apalagi kesejahteraan seperti sandang dan papan.
Itu cuma ada dalam mimpi indah saat tidur.
Di sini di Sumba
Kemiskinan tampak dari bocah-bocah kecil berpakaian seadanya.
Atau orang-orang yang memikul jerigen dan berjalan 3 km untuk mendapatkan air.
Jadi jangan tanya apa yang mereka lakukan diwaktu luang.
Karena waktu luang bukan milik mereka.
Dan aku masih termangu, ketika penumpang pesawat bersiap turun.
Ini kali kedua aku mendarat di Waingapu.
Dan kali ke sekian aku harus kompromi dengan persaaanku sebagai ibu
Karena meninggalkan kedua buah hatiku saat fajar belum lagi menyingsing.
Sabar nak, dua hari lagi mama pulang!.
Dan aku menarik nafas,
bau mereka ada diujung hidungku.
Agustus 2004
“Yang kucinta Bastiaan & Vanessa”
PAP….AKU BANGGA JADI ANAKMU !!
Di suatu malam sekitar pukul sepuluh
Aku baru pulang kuliah…
Setelah memberi salam khas keluarga kami
Daaaag …Pap.
Almarhum ayahku, yang sedang berbaring sambil menonton tv
Menjawab sambil menengok ke pintu kamar.
Daaaag….jawabnya lemah.
Yach…saat itu beliau sudah sakit.
Sosok gagahnya dalam seragam militer tidak lagi tampak.
Yang ada tubuh kurus dalam celana pendek dan singlet
Terbaring ditempat tidur.
Namun sorot matanya yang setajam elang
Tidak pernah berubah.
Tangannya melambai…meminta aku masuk kamarnya.
Ku buka pintu dan duduk berselonjor di dekat tempat tidurnya.
“….kuliah apa tadi…?” Tanya ayahku tanpa mengalihkan wajahnya dari tv.
“Kewiraan…!” Jawabku
“Mengenai apa? Saya pikir kamu kuliah di IISIP bukan di Lemhanas..”
Aku tertawa dan berkata
“Papa ini lucu, yah memang di IISIP dan memang ada mata kuliah Kewiraan!
“Lalu apa yang dipelajari…? Tanya beliau dengan tetap tidak mengalihkan pandangannya dari tv.
“Yah macam-macam. Wawasan Nusantara, adalah……
“Apa Wawasan Nusantara itu?” potong beliau cepat.
“Kalau dibuku sih bilangnya…ah papa nguji nich…? Rajukku sambil membuka sepatu.
“Saya tanya serius apa itu Wawasan Nusantara? Kenapa kalian mempelajari wawasan nusantara di bangku kuliah, untuk apa?
“Saya berjuang mempertaruhkan nyawa untuk merebut kemerdekaan.
Di hutan, digunung, di lautan tanpa pernah tahu kapan akan merdeka.
Tidak pernah tahu apa itu wawasan nusantara
Atau nusantara yang berwawasan
Indonesia inilah jajaran pulau-pulau.
Orang tua saya dari Menado dan dari Jawa.
Saya lahir di Banda Aceh. Saya besar di Malang
Saya sekolah di Bandung, saya bertugas di Makassar.
Jadi saya tidak perlu belajar wawasan nusantara.
Tapi satu hal yang saya tahu dan yakini, Indonesia pasti Merdeka.
Kapan merdekanya, bukan urusan saya.
Tapi saya bertugas memperjuangkan kemerdekaan dan mengantarkan pada generasi selanjutnya. Tapi apa yang ada sekarang…?
Anak-anak muda yang mengatas namakan angkatan 66, angkatan 74 dan lain-lain
lebih banyak bicara daripada bekerja.
Ketika dapat posisi sebagai pejabat pemerintah, merasa sudah paling hebat.
Pernah sadar tidak, kemerdekaan itu harus diapakan?
Apa mau besok dijajah lagi?
Wah…..ayahku berkata dengan suara menggelegar dan berapi…api…!
Aku jadi bisa membayangkan kehebatannya di KODAM XIII MERDEKA.
Tempat kesatuan ayahku bertugas.
“Situasinya berbeda Pa…
Mungkin karena tidak pernah bertaruh nyawa secara langsung
Mereka beranggapan, mereka berperang dengan kebijakan.
Dan itu bisa dilakukan dengan lobi-lobi politik.
Kalau menang jadi politikus popular,
Kalau kalah mundur sebentar, tahun depan muncul lagi.” Kataku pelan.
Aku takut tensinya meningkat, bisa fatal akibatnya.
“Udah ach pa,..aku lapar….” Kataku sambil berdiri.
Sekali lagi beliau melambaikan tangannya,
Seakan mengizinkan aku keluar.
Wajahnya tetap tidak berpaling dari tv.
Sekilas aku melihat ke acara tv
Terdengar….suara Edwin Saleh
Pemerintah Indonesia menerima tawaran pinjaman IGGI tanpa syarat.
Berharap bantuan kali ini bisa mengentaskan kemiskinan…..
Suaranya semakin sayup ketika aku meninggalkan paviliun ayahku.
Dan sekarang ditahun 2004,
Rasanya situasi tidak banyak berbeda,
Bedanya kini ayahku sudah tertidur dalam damai
di Taman Makam Pahlawan KALIBATA.
Sekalipun, beliau tidak mau dimakamkan di sana.
Tapi untuk menghormatinya kami memakamkan di sana.
Biar beliau tidak merasa sebagai pahlawan
Tapi beliau adalah pahlawanku…
Pahlawan keluarga kami.
Pap…aku bangga, jadi anakmu…!
Jakarta, Agustus 2004
Aku baru pulang kuliah…
Setelah memberi salam khas keluarga kami
Daaaag …Pap.
Almarhum ayahku, yang sedang berbaring sambil menonton tv
Menjawab sambil menengok ke pintu kamar.
Daaaag….jawabnya lemah.
Yach…saat itu beliau sudah sakit.
Sosok gagahnya dalam seragam militer tidak lagi tampak.
Yang ada tubuh kurus dalam celana pendek dan singlet
Terbaring ditempat tidur.
Namun sorot matanya yang setajam elang
Tidak pernah berubah.
Tangannya melambai…meminta aku masuk kamarnya.
Ku buka pintu dan duduk berselonjor di dekat tempat tidurnya.
“….kuliah apa tadi…?” Tanya ayahku tanpa mengalihkan wajahnya dari tv.
“Kewiraan…!” Jawabku
“Mengenai apa? Saya pikir kamu kuliah di IISIP bukan di Lemhanas..”
Aku tertawa dan berkata
“Papa ini lucu, yah memang di IISIP dan memang ada mata kuliah Kewiraan!
“Lalu apa yang dipelajari…? Tanya beliau dengan tetap tidak mengalihkan pandangannya dari tv.
“Yah macam-macam. Wawasan Nusantara, adalah……
“Apa Wawasan Nusantara itu?” potong beliau cepat.
“Kalau dibuku sih bilangnya…ah papa nguji nich…? Rajukku sambil membuka sepatu.
“Saya tanya serius apa itu Wawasan Nusantara? Kenapa kalian mempelajari wawasan nusantara di bangku kuliah, untuk apa?
“Saya berjuang mempertaruhkan nyawa untuk merebut kemerdekaan.
Di hutan, digunung, di lautan tanpa pernah tahu kapan akan merdeka.
Tidak pernah tahu apa itu wawasan nusantara
Atau nusantara yang berwawasan
Indonesia inilah jajaran pulau-pulau.
Orang tua saya dari Menado dan dari Jawa.
Saya lahir di Banda Aceh. Saya besar di Malang
Saya sekolah di Bandung, saya bertugas di Makassar.
Jadi saya tidak perlu belajar wawasan nusantara.
Tapi satu hal yang saya tahu dan yakini, Indonesia pasti Merdeka.
Kapan merdekanya, bukan urusan saya.
Tapi saya bertugas memperjuangkan kemerdekaan dan mengantarkan pada generasi selanjutnya. Tapi apa yang ada sekarang…?
Anak-anak muda yang mengatas namakan angkatan 66, angkatan 74 dan lain-lain
lebih banyak bicara daripada bekerja.
Ketika dapat posisi sebagai pejabat pemerintah, merasa sudah paling hebat.
Pernah sadar tidak, kemerdekaan itu harus diapakan?
Apa mau besok dijajah lagi?
Wah…..ayahku berkata dengan suara menggelegar dan berapi…api…!
Aku jadi bisa membayangkan kehebatannya di KODAM XIII MERDEKA.
Tempat kesatuan ayahku bertugas.
“Situasinya berbeda Pa…
Mungkin karena tidak pernah bertaruh nyawa secara langsung
Mereka beranggapan, mereka berperang dengan kebijakan.
Dan itu bisa dilakukan dengan lobi-lobi politik.
Kalau menang jadi politikus popular,
Kalau kalah mundur sebentar, tahun depan muncul lagi.” Kataku pelan.
Aku takut tensinya meningkat, bisa fatal akibatnya.
“Udah ach pa,..aku lapar….” Kataku sambil berdiri.
Sekali lagi beliau melambaikan tangannya,
Seakan mengizinkan aku keluar.
Wajahnya tetap tidak berpaling dari tv.
Sekilas aku melihat ke acara tv
Terdengar….suara Edwin Saleh
Pemerintah Indonesia menerima tawaran pinjaman IGGI tanpa syarat.
Berharap bantuan kali ini bisa mengentaskan kemiskinan…..
Suaranya semakin sayup ketika aku meninggalkan paviliun ayahku.
Dan sekarang ditahun 2004,
Rasanya situasi tidak banyak berbeda,
Bedanya kini ayahku sudah tertidur dalam damai
di Taman Makam Pahlawan KALIBATA.
Sekalipun, beliau tidak mau dimakamkan di sana.
Tapi untuk menghormatinya kami memakamkan di sana.
Biar beliau tidak merasa sebagai pahlawan
Tapi beliau adalah pahlawanku…
Pahlawan keluarga kami.
Pap…aku bangga, jadi anakmu…!
Jakarta, Agustus 2004
Subscribe to:
Posts (Atom)